MURIANEWS, Kudus – Beberapa daerah, penempatan Alun-alun, pendapa kabupaten, masjid agung, hingga rumah tahanan selalu ada di satu kawasan. Kenapa begitu? Berikut penjelasannya.
Pemerhati Sejarah sekaligus Dosen IAIN
Kudus, Moh Rosyid mengatakan, tatanan seperti itu sudah ada sejak zaman dahulu. Menurutnya, itu memang tatanan kota kuno di Jawa dan sebagai penanda sebuah pusat perkotaan.
“Jadi ada kesatuan ragam tiga unsur kenegaraan atau yang disebut trias politika. Ada eksekutif atau pendapa, yudikatif atau rumah tahanan, dan legislatif yang merupakan unsur kerakyatan seperti tempat ibadah. Dalam hal ini masjid sebagai sentra aktivitas sesama muslim,” katanya, Senin (14/2/2022).
Baca juga: Jalan Menuju Alun-Alun Kudus Ditutup saat Malam Tahun BaruMoh Rosyid mengatakan tata letak seperti itu masih digunakan di Kudus, Demak, Cirebon, Tegal dan Brebes.
“Kalau di Karesidenan Pati ini yang setahu saya masih menggunakan tatanan ini Kudus. Kemudian Demak juga,” imbuhnya.
Hal serupa juga diungkapkan Sancaka Dwi Supani, pemerhati sejarah Kudus. Menurutnya konsep itu merupakan tatanan sejak era pemeriintahan Hindia Belanda.“Salah satu syarat untuk mendirikan regensi atau Kabupaten di masa itu harus ada pendapa, masjid (tempat ibadah), penjara, dan alun-alun,” katanya, Senin (14/2/2022).Menurut Supani, selain Kudus, daerah di eks karesidenan Pati juga masih mengusung tatanan tersebut. Seperti Demak, Pati, Jepara dan Rembang.“Konsepnya memang begitu. Pusat pemerintahan biasanya di tengah kota dan ada alun-alunnya juga,” ungkapnya. Reporter: Vega Ma'arijil UlaEditor: Zulkifli Fahmi
[caption id="attachment_272280" align="alignleft" width="1280"]

Alun-alun Simpang Tujuh Kudus dan Masjid Agung Kudus berada di satu lokasi.[/caption]
MURIANEWS, Kudus – Beberapa daerah, penempatan Alun-alun, pendapa kabupaten, masjid agung, hingga rumah tahanan selalu ada di satu kawasan. Kenapa begitu? Berikut penjelasannya.
Pemerhati Sejarah sekaligus Dosen IAIN
Kudus, Moh Rosyid mengatakan, tatanan seperti itu sudah ada sejak zaman dahulu. Menurutnya, itu memang tatanan kota kuno di Jawa dan sebagai penanda sebuah pusat perkotaan.
“Jadi ada kesatuan ragam tiga unsur kenegaraan atau yang disebut trias politika. Ada eksekutif atau pendapa, yudikatif atau rumah tahanan, dan legislatif yang merupakan unsur kerakyatan seperti tempat ibadah. Dalam hal ini masjid sebagai sentra aktivitas sesama muslim,” katanya, Senin (14/2/2022).
Baca juga: Jalan Menuju Alun-Alun Kudus Ditutup saat Malam Tahun Baru
Moh Rosyid mengatakan tata letak seperti itu masih digunakan di Kudus, Demak, Cirebon, Tegal dan Brebes.
“Kalau di Karesidenan Pati ini yang setahu saya masih menggunakan tatanan ini Kudus. Kemudian Demak juga,” imbuhnya.
Hal serupa juga diungkapkan Sancaka Dwi Supani, pemerhati sejarah Kudus. Menurutnya konsep itu merupakan tatanan sejak era pemeriintahan Hindia Belanda.
“Salah satu syarat untuk mendirikan regensi atau Kabupaten di masa itu harus ada pendapa, masjid (tempat ibadah), penjara, dan alun-alun,” katanya, Senin (14/2/2022).
Menurut Supani, selain Kudus, daerah di eks karesidenan Pati juga masih mengusung tatanan tersebut. Seperti Demak, Pati, Jepara dan Rembang.
“Konsepnya memang begitu. Pusat pemerintahan biasanya di tengah kota dan ada alun-alunnya juga,” ungkapnya.
Reporter: Vega Ma'arijil Ula
Editor: Zulkifli Fahmi