Cak Nun: Puasa Adalah Pelembutan Hati untuk Merasakan Lailatul Qadar

Anggara Jiwandhana
Kamis, 6 Mei 2021 18:13:59


[caption id="attachment_216944" align="alignleft" width="880"]
Cak Nun dalam program Menjelang Senja Bersama Cak Nun dan Kiai Kanjeng yang dipersembahkan PR Sukun. (MURIANEWS/Anggara Jiwandhana)[/caption]
MURIANEWS, Kudus – Bulan Ramadan tahun ini sudah memasuki pekan ketiganya. Budayawan sekaligus ulama Emha Ainnun Najib atau yang kerap dikenal sebagai Cak Nun pun mengungkapkan, seharusnya sudah ada pelembutan hati ketika telah mencapai puasa hingga hari ini.
Puasa sendiri, menurut Cak Nun adalah sebuah proses peragian hati ataupun proses pelembutan hati.
Cak Nun mengatakan, ketika di awal bulan ramadan manusia masih menjadi sesosok ketela yang keras baik hati, pikiran dan perbuatannya. Kemudian masuk bulan Ramadan dan menjalankan puasanya.
Saat itulah, sambung dia, terjadi proses peragian atau pelembutan hati hingga menimbulkan pribadi yang lembut. Mulai dari hatinya, perbuatannya, sikapnya, pikirannya, dan banyak aspek hidupnya.
“Sing awale pohung atos, terus poso iku proses peragian, lalu kemudian jadi tape yang lembek,(Yang awalnya ketela yang keras, kemudian puasa adalah proses peragian, lalu menjadi tape yang lembut),” ucap Cak Nun dalam acara Menjelang Senja Bersama Cak Nun & KiaiKanjeng oleh PR Sukun, Kamis (6/5/2021).
Ketika sudah mendapat kelembutan itulah, sambung dia, seorang manusia bisa merasakan hadirnya Lailatul Qodar. Yang tentunya, tidak bisa dirasakan manusia-manusia berhati keras.
“Kalau orang dengan hati yang keras atau berpikir seperti ketela maka hanya akan mengerti jika Lailatul Qadar datang di malam akhir ramadan saja,” kata Cak Nun.
Padahal, tambah dia, malam Lailatul Qadar adalah lebih dari itu. Lebih dari sebuah kuantitas yang hanya bisa diukur dengan angka-angka.
“Padahal malam itu (Lailatul Qadar) punya mutu yang lebih kualitatif dibanding itu, hanya orang-orang yang sudah berhati lembut yang bisa mengerti itu,” jelas Cak Nun.
Hingga akhirnya, tambah Cak Nun, bisa merasakan kenikamatan rohaniah. Kenikmatan tersebut, sangatlah bertentangan dengan kenikmatan duniawi.
Dalam menjelang sebelumnya juga, Cak Nun juga menuturkan jika berpuasa merupakan sebuah perjalanan. Perjalanan yang dimaksud, tambah Cak Nun adalah perjalanan rohaniah untuk menuju lebih baik lagi.
Pada Ramadan pertama sampai hari ke-15, puasa menuntun seorang manusia untuk belajar mengesampingkan hal-hal yang berbau duniawi. Kemudian di hari-hari setelahnya, belajar untuk memperbaiki rohaniah atau iman.
Reporter: Anggara Jiwandhana
Editor: Ali Muntoha
https://youtu.be/25tx4lewekc

MURIANEWS, Kudus – Bulan Ramadan tahun ini sudah memasuki pekan ketiganya. Budayawan sekaligus ulama Emha Ainnun Najib atau yang kerap dikenal sebagai Cak Nun pun mengungkapkan, seharusnya sudah ada pelembutan hati ketika telah mencapai puasa hingga hari ini.
Puasa sendiri, menurut Cak Nun adalah sebuah proses peragian hati ataupun proses pelembutan hati.
Cak Nun mengatakan, ketika di awal bulan ramadan manusia masih menjadi sesosok ketela yang keras baik hati, pikiran dan perbuatannya. Kemudian masuk bulan Ramadan dan menjalankan puasanya.
Saat itulah, sambung dia, terjadi proses peragian atau pelembutan hati hingga menimbulkan pribadi yang lembut. Mulai dari hatinya, perbuatannya, sikapnya, pikirannya, dan banyak aspek hidupnya.
“Sing awale pohung atos, terus poso iku proses peragian, lalu kemudian jadi tape yang lembek,(Yang awalnya ketela yang keras, kemudian puasa adalah proses peragian, lalu menjadi tape yang lembut),” ucap Cak Nun dalam acara Menjelang Senja Bersama Cak Nun & KiaiKanjeng oleh PR Sukun, Kamis (6/5/2021).
Ketika sudah mendapat kelembutan itulah, sambung dia, seorang manusia bisa merasakan hadirnya Lailatul Qodar. Yang tentunya, tidak bisa dirasakan manusia-manusia berhati keras.
“Kalau orang dengan hati yang keras atau berpikir seperti ketela maka hanya akan mengerti jika Lailatul Qadar datang di malam akhir ramadan saja,” kata Cak Nun.
Padahal, tambah dia, malam Lailatul Qadar adalah lebih dari itu. Lebih dari sebuah kuantitas yang hanya bisa diukur dengan angka-angka.
“Padahal malam itu (Lailatul Qadar) punya mutu yang lebih kualitatif dibanding itu, hanya orang-orang yang sudah berhati lembut yang bisa mengerti itu,” jelas Cak Nun.
Hingga akhirnya, tambah Cak Nun, bisa merasakan kenikamatan rohaniah. Kenikmatan tersebut, sangatlah bertentangan dengan kenikmatan duniawi.
Dalam menjelang sebelumnya juga, Cak Nun juga menuturkan jika berpuasa merupakan sebuah perjalanan. Perjalanan yang dimaksud, tambah Cak Nun adalah perjalanan rohaniah untuk menuju lebih baik lagi.
Pada Ramadan pertama sampai hari ke-15, puasa menuntun seorang manusia untuk belajar mengesampingkan hal-hal yang berbau duniawi. Kemudian di hari-hari setelahnya, belajar untuk memperbaiki rohaniah atau iman.
Reporter: Anggara Jiwandhana
Editor: Ali Muntoha
https://youtu.be/25tx4lewekc