– Dua wilayah di Kabupaten Kudus disebut sudah masuk zona merah penularan demam berdarah dengunge (DBD). Meski begitu Dinas Kesehatan Kabupaten (DKK)
belum menjelaskan dua wilayah tersebut.
Plh Kepala DKK Kudus dr. Andini Aridewi mengaku pihaknya masih perlu melakukan sinkronisasi dan pemetan data lebih dulu. Pemetaan dilakukan dengan menyelaraskan data di puskesmas, rumah sakit dan dinas.
“Untuk data lengkapnya akan kami sampaikan secara pasti setelah sinkronisasi ini selesai dilakukan,” kata Pelaksana harian Kepala Dinas Kesehehatan Kabupaten (DKK) Kudus dr Andini Aridewi, Jumat (4/2/2022).
Sinkronisasi data, lanjut Andini, dilakukan karena adanya ketimpangan data yang dimiliki oleh DKK dan rumah sakit maupun fasilitas kesehatan lainnya.
Selain sinkronisasi data, juga dilakukan persamaan persepsi terkait kriteria mana yang bisa dikategorikan penyakit DBD dan dilaporkan ke e-DBD yang disusun atas laporan Kewaspadaan Dini Rumah Sakit (KDRS).
“Karena ada selisih data yang lumayan ini, kami ingin mencari tahu apa permasalahannya, sehingga diharapkan tidak terjadi keterlambatan penanganan,” pungkasnya.Sebelumnya, DPRD Kudus menyorot data pasien DBD di Kabupaten Kudus jomplang. Koordinasi yang buruk antara DKK Kudus dengan semua rumah sakit di Kota Kretek disinyalir jadi penyebabnya.Itu, disampaikan Ketua DPRD Kudus Masan saat mengundang DKK dan RSUD dr. Loekmono Hadi Kudus dalam rapat koordinasi penanganan DBD, Rabu (2/2/2022).Masan menyampaikan, berdasar pernyataan di DKK, jumlah kasus yang mereka catat adalah sebanyak 77 kasus pada periode Januari 2022. Sementara berdasarkan data dari RSUD Loekmono Hadi, di periode yang sama sudah mencatat ada sebanyak 214 pasien, empat di antaranya meninggal dunia. Reporter: Anggara JiwandhanaEditor: Zulkifli Fahmi
[caption id="attachment_270136" align="alignleft" width="1280"]

Pelaksana harian Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten (DKK) Kudus dr Andini Aridewi (MURIANEWS/Anggara Jiwandhana)[/caption]
MURIANEWS, Kudus – Dua wilayah di Kabupaten Kudus disebut sudah masuk zona merah penularan demam berdarah dengunge (DBD). Meski begitu Dinas Kesehatan Kabupaten (DKK)
Kudus belum menjelaskan dua wilayah tersebut.
Plh Kepala DKK Kudus dr. Andini Aridewi mengaku pihaknya masih perlu melakukan sinkronisasi dan pemetan data lebih dulu. Pemetaan dilakukan dengan menyelaraskan data di puskesmas, rumah sakit dan dinas.
“Untuk data lengkapnya akan kami sampaikan secara pasti setelah sinkronisasi ini selesai dilakukan,” kata Pelaksana harian Kepala Dinas Kesehehatan Kabupaten (DKK) Kudus dr Andini Aridewi, Jumat (4/2/2022).
Baca juga: Data Jumlah Pasien DBD di Kudus Jomplang
Sinkronisasi data, lanjut Andini, dilakukan karena adanya ketimpangan data yang dimiliki oleh DKK dan rumah sakit maupun fasilitas kesehatan lainnya.
Selain sinkronisasi data, juga dilakukan persamaan persepsi terkait kriteria mana yang bisa dikategorikan penyakit DBD dan dilaporkan ke e-DBD yang disusun atas laporan Kewaspadaan Dini Rumah Sakit (KDRS).
“Karena ada selisih data yang lumayan ini, kami ingin mencari tahu apa permasalahannya, sehingga diharapkan tidak terjadi keterlambatan penanganan,” pungkasnya.
Sebelumnya, DPRD Kudus menyorot data pasien DBD di Kabupaten Kudus jomplang. Koordinasi yang buruk antara DKK Kudus dengan semua rumah sakit di Kota Kretek disinyalir jadi penyebabnya.
Itu, disampaikan Ketua DPRD Kudus Masan saat mengundang DKK dan RSUD dr. Loekmono Hadi Kudus dalam rapat koordinasi penanganan DBD, Rabu (2/2/2022).
Masan menyampaikan, berdasar pernyataan di DKK, jumlah kasus yang mereka catat adalah sebanyak 77 kasus pada periode Januari 2022. Sementara berdasarkan data dari RSUD Loekmono Hadi, di periode yang sama sudah mencatat ada sebanyak 214 pasien, empat di antaranya meninggal dunia.
Reporter: Anggara Jiwandhana
Editor: Zulkifli Fahmi