Seni Ukir Jepara Semakin Terpuruk, Sekolah Vokasi Dinilai Jadi Solusi

Budi Santoso
Jumat, 26 Juli 2019 15:00:12


MURIANEWS.com, Jepara - Sinyalemen mengenai terpuruknya seni ukir di Jepara kembali menjadi topik bahasan. Sebuah forum grub discussion (FGD) digelar untuk mencoba mencari jalan keluar bagi situasi pelik yang tengah dihadapi seni ukir.
Pemkab Jepara, bekerja sama dengan Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, dan Eximbank, menggelar Forum Group Discussion (FGD), di Bandengan, Jumat (26/7/2019).
Bagaimana bisa mengembangkan Sumber Daya Manusia (SDM) tenaga ukir khususnya di Kabupaten Jepara, adalah fokus dari diskusi ini.
Rini Satriani dari Indonesia Eximbank Institut, menilai kegiatan ini sangat penting, melihat seni ukir di Jepara semakin menurun. Khusunya dalam menghadapi persaingan industri global seperti sekarang.
Pihaknya, telah melakukan study di Politeknik Kendal, terkait pengembangan seni ukir, dan hasilnya ternyata bagus. Karena itu, pihaknya juga yakin hasil yang sama bisa terjadi di Jepara.
“Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) Exim Bank telah melakukan Memorandum of Understanding (MoU) dengan 11 perguruan tinggi, Undip adalah salah satunya. Undip mendapat mandat dari Eximbank untuk mencari tahu letak permasalahan ukir di Jepara,” ujar Rini Satriani.
[caption id="attachment_169141" align="alignleft" width="1280"]
FGD soal seni ukir yang mulai terpinggirkan di Jepara. (MURIANEWS.com/Budi Erje)[/caption]
Sedangkan, Dekan Sekolah Vokasi Undip, Prof Budiyono menyebutkan, pendidikan vokasi atau sekolah kejuruan bisa jadi merupakan salah satu jalan keluar yang bisa diambil. Dengan sekolah vokasi, maka pemberdayaan dalam mengembangkan seni ukir akan dapat dilestarikan.
Melalui SMK kejuruan kemudian dilanjutkan pada jurusan vokasi pada perguruan tinggi, dengan pendampingan yang dilakukan pemerintah daerah agar dapat diserap dunia industri, maka pendidikan vokasi seni ukir diyakininya akan berjaya. Rencana seperti ini menurutnya perlu dicoba untuk menyelamatkan seni ukir.
“Setidaknya Indonesia butuh 113 juta tenaga terampil, dan pendidikan vokasi sendiri dianggap masih rendah. Dari total sistem pendidikan di Indonesia, baru 5,6 persen yang berbasis vokasi. Sementara di negara maju, persentase di bidang keilmuan dan akademik berimbang, yakni 50:50,” ujar Budiyono.
Sementara itu, Asisten Bidang Pemerintahan Setda Jepara, Abdul Syukur, mengatakan saat ini industri pengolahan yang dimotori furniture dan mebel ukir telah menyumbang 34,56 persen dalam struktur PDRB di Kabupaten Jepara.
Berdasarkan data dari Disperindag Kabupaten Jepara, pada tahun 2018 industri furniture dan kerajinan kayu baik berskala besar atau kecil di Jepara berjumlah lebih dari 7.460 unit usaha. Nilai produksi mencapai lebih dari Rp 3,8 triliun dan mampu menyerap lebih dari 86 ribu tenaga kerja.
“Furniture kayu, termasuk ukir Jepara juga telah mampu menembus 114 negara tujuan ekspor dengan nilai ekspor lebih dari Rp 2,6 triliun. Kami kira ini merupakan potensi besar yang bisa dikolaborasikan untuk tetap menunjang keberlangsungan seni ukir,” katanya.
Tenaga ukir di Jepara, saat ini memang semakin sedikit sehingga perlu dipertahankan. FGD tersebut diharapkan bisa mendapatkan jalan keluar untuk mempertahankan keahlian seni mengukir.
Reporter: Budi Erje
Editor: Ali Muntoha
Pemkab Jepara, bekerja sama dengan Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, dan Eximbank, menggelar Forum Group Discussion (FGD), di Bandengan, Jumat (26/7/2019).
Bagaimana bisa mengembangkan Sumber Daya Manusia (SDM) tenaga ukir khususnya di Kabupaten Jepara, adalah fokus dari diskusi ini.
Rini Satriani dari Indonesia Eximbank Institut, menilai kegiatan ini sangat penting, melihat seni ukir di Jepara semakin menurun. Khusunya dalam menghadapi persaingan industri global seperti sekarang.
Pihaknya, telah melakukan study di Politeknik Kendal, terkait pengembangan seni ukir, dan hasilnya ternyata bagus. Karena itu, pihaknya juga yakin hasil yang sama bisa terjadi di Jepara.
“Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) Exim Bank telah melakukan Memorandum of Understanding (MoU) dengan 11 perguruan tinggi, Undip adalah salah satunya. Undip mendapat mandat dari Eximbank untuk mencari tahu letak permasalahan ukir di Jepara,” ujar Rini Satriani.
[caption id="attachment_169141" align="alignleft" width="1280"]

Sedangkan, Dekan Sekolah Vokasi Undip, Prof Budiyono menyebutkan, pendidikan vokasi atau sekolah kejuruan bisa jadi merupakan salah satu jalan keluar yang bisa diambil. Dengan sekolah vokasi, maka pemberdayaan dalam mengembangkan seni ukir akan dapat dilestarikan.
Melalui SMK kejuruan kemudian dilanjutkan pada jurusan vokasi pada perguruan tinggi, dengan pendampingan yang dilakukan pemerintah daerah agar dapat diserap dunia industri, maka pendidikan vokasi seni ukir diyakininya akan berjaya. Rencana seperti ini menurutnya perlu dicoba untuk menyelamatkan seni ukir.
“Setidaknya Indonesia butuh 113 juta tenaga terampil, dan pendidikan vokasi sendiri dianggap masih rendah. Dari total sistem pendidikan di Indonesia, baru 5,6 persen yang berbasis vokasi. Sementara di negara maju, persentase di bidang keilmuan dan akademik berimbang, yakni 50:50,” ujar Budiyono.
Sementara itu, Asisten Bidang Pemerintahan Setda Jepara, Abdul Syukur, mengatakan saat ini industri pengolahan yang dimotori furniture dan mebel ukir telah menyumbang 34,56 persen dalam struktur PDRB di Kabupaten Jepara.
Berdasarkan data dari Disperindag Kabupaten Jepara, pada tahun 2018 industri furniture dan kerajinan kayu baik berskala besar atau kecil di Jepara berjumlah lebih dari 7.460 unit usaha. Nilai produksi mencapai lebih dari Rp 3,8 triliun dan mampu menyerap lebih dari 86 ribu tenaga kerja.
“Furniture kayu, termasuk ukir Jepara juga telah mampu menembus 114 negara tujuan ekspor dengan nilai ekspor lebih dari Rp 2,6 triliun. Kami kira ini merupakan potensi besar yang bisa dikolaborasikan untuk tetap menunjang keberlangsungan seni ukir,” katanya.
Tenaga ukir di Jepara, saat ini memang semakin sedikit sehingga perlu dipertahankan. FGD tersebut diharapkan bisa mendapatkan jalan keluar untuk mempertahankan keahlian seni mengukir.
Reporter: Budi Erje
Editor: Ali Muntoha