Kamis, 20 November 2025


Pemilik proyek PLTU 5-6, PT. Sumitomo  melalui General Manajernya Junichi Tanimoto menyatakan, besi tua itu merupakan tanggung jawab sub-kontraktor masing-masing. Pihaknya dalam hal ini hanya meminta masalah ini tidak menimbulkan persoalan dan menganggu proyek.

Limbah scrab di proyek PLTU TJ 5-6 penanganannya memang berbeda dibandingkan pada proyek 1-2-3-4 sebelumnya. Pada proyek terdahulu limbah scrab baru dikeluarkan setelah dua tahun berselang sejak pembangunan pembangkit selesai.

Sedangkan pada proyek 5-6, limbah scrab harus segera dikeluarkan dari lokasi proyek, karena lahan yang digunakan untuk menampung akan segera digunakan. Bagaimana limbah scrab itu dikeluarkan menjadi urusan sub kotraktor masing-masing.

“Itu sudah menjadi bagian dari kontrak kerja bersama masing-masing subkontraktor. Kami tahunya semua itu mereka yang bereskan. Kami tidak ada lahan untuk menampung itu lagi,” ujar Junichi Tanimoto, Selasa (19/11/2019).

Lebih jauh, Junichi Tanimoto menolak berkomentar. Termasuk soal bagaimana prosedur pengeluaran limbah itu.

Apakah limbah itu harus dibeli, atau bagaimana cara mendapatkannya, Junichi Tanimoto menolak untuk menjelaskannya. Menurutnya, semua menjadi urusan sub-kontraktor masing-masing.

Meski demikian, dari sumber dalam proyek menyebutkan, limbah scrab memang merupakan puing-puing. Dari sisi proyek PLTU TJB 5-6, barang itu memang tidak perlu dibayar untuk mendapatkanya, alias gratis.

Kalaupun akhirnya ada ‘harga’ yang harus dibayar, hal itu karena diduga ada oknum-oknum yang bermain. Dan itupun nilai hargannya akan jauh dari harga pasaran yang normal.
Baca juga:Tidak mengherankan jika akhirnya banyak pihak berharap bisa mendapatkan limbah scrab ini. Besi-besi itu bisa dijual untuk diolah kembali.Nilai yang bisa muncul dari limbah ini bisa mencapai miliaran rupiah. Untuk tahap awal, baru beberapa ton limbah scrab yang sudah dikeluarkan. Diperkirakan sampai tahun 2020 limbah scrab akan semakin banyak dihasilkan dari proyek ini.“Karena gratis inilah, akhirnya banyak pihak berebut mendapatkannya. Pemainnya orang-orang lokal dengan beking penguasa atau pejabat di Jepara. Di belakangnya lagi sudah ada pemodal dari berbagai penjuru. Rebutan, itulah yang terjadi saat ini,” ujar sumber yang tidak mau disebutkan namanya. Reporter: Budi ErjeEditor: Ali Muntoha

Baca Juga

Komentar

Terpopuler