Rabu, 19 November 2025


Warnanya merah keunguan, dengan batang buah yang panjang. Sekilas bentuknya malah seperti bunga. Dengan rasa buahnya yang asam dengan kombinasi sepat, Parijotho banyak ditemui di dataran tinggi.

Dalam kehidupan masyarakat Jawa, Parijotho sering dikait-kaitkan dengan sebuah mitos. Masyarakat ada yang percaya bahwa dengan memakan buah ini, seseorang yang sedang hamil, akan bisa mendapatkan anak yang cakap (ganteng atau cantik).

Kemudian ada juga keyakinan, seorang wanita yang ingin segera memiliki keturunan, akan bisa terwujud jika mau memakan buah Parijotho ini.

Apakah mitos ini benar atau tidak, namun pada kenyataannya, Parijotho menjadi salah satu buah yang sering dicari. Jumlahnya yang tidak banyak, kadang-kadang membuat buah ini disebut-sebut sebagai buah langka.

Dengan mitos yang melingkupinya, buah Parijotho pada kenyataannya menjadi sebuah heritage cukup menarik bagi masyarakat Jawa khususnya. Di beberapa tempat, buah ini dapat ditemui.

Untuk sekitar Muria, buah ini bisa didapatkan di Kompleks Makam Sunan Muria, di Colo, Dawe, Kudus, atau di Dukuh Duplak, Tempur, Keling, Jepara.

Di Duplak, Parijotho bahkan sudah dijadikan sebagai verietas yang dibudidayakan. Buah Parijotho dari kawasan ini biasanya dibeli para pedagang dari Kudus, untuk dijual kembali di Kompleks Makam Sunan Muria.

Parijotho selama ini memang identik sebagai salah satu oleh-oleh special bagi para peziarah di makam Sunan Muria. Banyak para pengunjung di Makam Sunan Muria, membeli Parijotho sebagai buah tangan special. Atau bahkan, karena mitosnya yang sedemikian itu, orang kadang sengaja mencarinya. Lalu apakah benar mitos-mitos tersebut?

[caption id="attachment_200417" align="aligncenter" width="880"] Kasie Produksi dan Usaha Hortikultura di DKPP Jepara, Zumiyarsih (kanan) saat menjelaskan buah Parijotho dari segi ilmiah. (MURIANEWA/Budi Erje)[/caption]

Kasie Produksi dan Usaha Hortikultura di DKPP Jepara, Zumiyarsih menyatakan, dari tinjauan ilmiah, Parijotho memang memiliki zat anti oksidan. Pemanfaatan tanaman ini, selama ini dikenal langsung dikonsumsi karena rasanya yang asam dan sepat.

Namun sebenarnya, buah ini juga bisa diolah menjadi semacam sirup. Sedangkan pemanfaatannya yang lain, sepengetahuannya, orang-orang di Eropa menjadikan tanaman ini sebagai tanaman eksotik penghias rumah.Dalam penelitian yang sudah dilakukan terhadap buah ini, diketahui ada kandungan Tanin, Flavonoit dan Saponin. Zat-zat tersebut dalam dunia farmasi, dikenal sebagai zat yang bisa digunakan untuk meningkatkan kesuburan hormonal.Jika merujuk pada hal ini, maka bisa jadi memang ada hubungan benang merah dari mitos tentang Parijotho yang muncul di tengah masyarakat dengan kenyataan sesungguhnya.“Apakah benar mitos yang berkembang tentang Parijotho itu? Tentu saya tidak berani memastikannya. Namun pada kenyataannya memang ada benang merahnya, antara kajian ilmiah dan mitos yang berkembang itu. Leluhur masyarakat Jawa tentunya memiliki dasar-dasar yang kuat, sampai akhirnya melahirkan mitos itu,” ujar Zumiyarsih, Kamis (12/11/2020).Parijotho sendiri, saat ini oleh warga Duplak sudah dijadikan sebagai salah satu varietas yang dibudidayakan. Tanaman ini diketahui juga bisa tumbuh didataran rendah, dengan perawatan khusus.Meski akan mengalami adaptasi, buah ini tetap bisa tumbuh bisa penanganannya dilakukan dengan benar. Sehingga tidak mengherankan, jika akhirnya bibit Parijotho di Duplak, menjadi komuditas baru yang bisa dibeli oleh para wisatawan yang datang ke sana.Tanaman Parijotho sendiri, jika sudah cukup umur, biasanya akan mengeluar buahnya. Dalam kurun waktu 3-4 bulan biasanya buah Parijotho sudah siap dipetik. Di kawasan Duplak, di lereng utara Muria, awalnya Parijotho diambil warga dari wilayah Puncak Candi Angin dan Gajah Mungkur.Tanaman Parijotho liar, dipanen warga untuk dijual. Namun saat ini, jumlahnya sudah mulai berkurang. Sehingga upaya untuk pelestariannya dimulai dengan melakukan budidaya. Reporter: Budi ErjeEditor: Supriyadi

Baca Juga

Komentar