Begini Cara Petani Pegunungan Kendeng Pati Peringati Hari Tani Nasional
Cholis Anwar
Senin, 24 September 2018 17:56:06
Bagi mereka, hari tani bukan hanya sekedar upacara atau rutinitas belaka, melainkan mempunyai makna yang sangat kuat untuk keselamatan bangsa dan negara. Apalagi, petani sebagai tulang punggung pangan bangsa yang seharusnya mendapatkan perhatian lebih dari pemerintah.
“Hari Tani 2018 menjadi istimewa bagi kami petani, khususnya petani Kendeng dan petani-petani daerah lain yang saat ini tengah menghadapi ancaman kehilangan lahan garapan akibat dari penambangan dan ekspansi pabrik semen. Sumber-sumber mata air yang menjadi pemasok kebutuhan hidup baik untuk pertanian, peternakan maupun kebutuhan manusia terancam musnah akibat ditambangnya kawasan karst,” Ujar Gunretno,Ketua Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK) Pati, Senin (24/9/2018).
Dia juga mengungkapkan, pegunungan Kendeng sebagai kawasan karst menyimpan ribuan mata air dan sungai bawah tanah. Namun, itu akan terancam musnah jika penambangan batu kapur dan industri semen tetap diizinkan dan mengeksplorasinya.
“Bagaimana kita bisa berdaulat dalam pangan jika lahan-lahan produktif rusak, dirusak dan musnah akibat salah mengambil kebijakkan. Sudah sangat jelas bahwa sesungguhnya kebutuhan pangan (bahan pokok) sebisa kita penuhi sendiri tanpa harus mengimport jika pemerintah secara sadar dan serius memberdayakan petani,” tegasnya.
Seperti kita ketahui, lanjut Gunretno, bahwa hasil KLHS Peguningan Kendeng telah merekomendasikan untuk menjadikan kawasan tersebut sebagai kawasan lindung geologis. Tetapi pemerintah tidak kunjung menindaklanjutinya.“Kami akan terus mbudidaya sekuat tenaga untuk mengingatkan pemerintah baik Presiden, Gubernur, Bupati dan jajarannya untuk kembali kepada khitahnya sebagai pengayom dan abdi rakyat. Bagi kami, bertani tidak hanya sekedar menanam dan memanen tetapi bertani adalah budaya. Bangsa ini akan hancur dan musnah jika budaya itu rusak akibat salah dalam menentukan arah kebijakkan pembangunan,” katanya.Lebih lanjut, penyelesaian kasus Kendeng akan jadi bukti keseriusan pemerintah memperhatikan nasib para petani, pertanian, pangan dan lingkungan hidup. Sehingga dapat menjadi inspirasi bagi daerah lain khususnya di Hari Tani. Untuk itu,mandat penyelesaian kasus dan penyelamatan Pegunungan Kendeng harus dituntaskan sebagai janji presiden di istana negara pada 2 Agustus 2016 lalu.
Editor: Supriyadi
Murianews, Pati - Nuansa yang berbada ditunjukkan para petani kendeng dalam memperingati Hati Tani Nasional 2018. Mereka melakukan ritual brokohan di monumen tugu Yu Patmi, Desa Larangan Kecamatan Tambakromo sebagai wujud syukur atas berkah yang telah diberikan Tuhan.
Bagi mereka, hari tani bukan hanya sekedar upacara atau rutinitas belaka, melainkan mempunyai makna yang sangat kuat untuk keselamatan bangsa dan negara. Apalagi, petani sebagai tulang punggung pangan bangsa yang seharusnya mendapatkan perhatian lebih dari pemerintah.
“Hari Tani 2018 menjadi istimewa bagi kami petani, khususnya petani Kendeng dan petani-petani daerah lain yang saat ini tengah menghadapi ancaman kehilangan lahan garapan akibat dari penambangan dan ekspansi pabrik semen. Sumber-sumber mata air yang menjadi pemasok kebutuhan hidup baik untuk pertanian, peternakan maupun kebutuhan manusia terancam musnah akibat ditambangnya kawasan karst,” Ujar Gunretno,Ketua Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK) Pati, Senin (24/9/2018).
Dia juga mengungkapkan, pegunungan Kendeng sebagai kawasan karst menyimpan ribuan mata air dan sungai bawah tanah. Namun, itu akan terancam musnah jika penambangan batu kapur dan industri semen tetap diizinkan dan mengeksplorasinya.
“Bagaimana kita bisa berdaulat dalam pangan jika lahan-lahan produktif rusak, dirusak dan musnah akibat salah mengambil kebijakkan. Sudah sangat jelas bahwa sesungguhnya kebutuhan pangan (bahan pokok) sebisa kita penuhi sendiri tanpa harus mengimport jika pemerintah secara sadar dan serius memberdayakan petani,” tegasnya.
Seperti kita ketahui, lanjut Gunretno, bahwa hasil KLHS Peguningan Kendeng telah merekomendasikan untuk menjadikan kawasan tersebut sebagai kawasan lindung geologis. Tetapi pemerintah tidak kunjung menindaklanjutinya.
“Kami akan terus mbudidaya sekuat tenaga untuk mengingatkan pemerintah baik Presiden, Gubernur, Bupati dan jajarannya untuk kembali kepada khitahnya sebagai pengayom dan abdi rakyat. Bagi kami, bertani tidak hanya sekedar menanam dan memanen tetapi bertani adalah budaya. Bangsa ini akan hancur dan musnah jika budaya itu rusak akibat salah dalam menentukan arah kebijakkan pembangunan,” katanya.
Lebih lanjut, penyelesaian kasus Kendeng akan jadi bukti keseriusan pemerintah memperhatikan nasib para petani, pertanian, pangan dan lingkungan hidup. Sehingga dapat menjadi inspirasi bagi daerah lain khususnya di Hari Tani. Untuk itu,mandat penyelesaian kasus dan penyelamatan Pegunungan Kendeng harus dituntaskan sebagai janji presiden di istana negara pada 2 Agustus 2016 lalu.
Editor: Supriyadi