Rabu, 19 November 2025


Supriyadi (56) salah seorang petani bawang merah Desa Ngurensiti, Kecamatan Wedarijaksa mengaku saat ini dirinya dan sejumlah petani lain tidak berani untuk menanam bawang merah. Dirinya lebih memilih untuk membiarkan hamparan lahannya dan menunggu hingga musim penghujan tiba.

“Kalau lahan ditanami bawang sementara airnya tidak ada, kan tanamannya akan mati. Apalagi untuk menanam bawang merah itu membutuhkan air yang cukup,” ungkapnya, Rabu (17/10/2018).

Dia melanjutkan, ada sebagian petani yang tetap menanam bawang, tetapi untuk pasokan airnya mereka menggunakan pompa air. Itu pun membutuhkan biaya mahal untuk solar pompa air ditambah dengan perawatan tanaman.

“Untuk petani kecil seperti saya ini, tidak berani seperti itu mas. Pengalaman yang dulu-dulu, pernah menggunakan sistem seperti itu, tetapi pada saat panen harganya malah anjlok. Kerugiannya malah lebih banyak,” imbuh Supriyadi.
Sementara itu,  salah satu pengepul bawang merah di Pati Santoso mengatakan, untuk bawang merah dari petani Pati saat ini sangat minim. kemungkinan dikarenakan musim kemarau yang terlampau panjang sehingga para petani tidak berani menanam.Dirinya mengaku, untuk pasokan bawang merah rata-rata sudah dipasok dari luar daerah, yakni dari Nganjuk Jawa Timur dan Bima Nusa Tenggara Barat (NTB). Sementara harganya sendiri dinilai masih stabil, yakni Rp 14 ribu per kilogramnya.“Yang saya jual ini rata-rata memang bawang merah dari Nganjuk dan Bima. Kalau dari petani lokal sangat sedikit sekali, bahkan beberapa hari terakhir, saya tidak mendapatkan bawang lokal Pati,” tutupnya.Editor : Supriyadi

Baca Juga

Komentar

Terpopuler