Dislautkan Sesalkan Masuknya Garam Impor di Pati
Cholis Anwar
Kamis, 17 Januari 2019 15:52:35
"Semestinya membuat industri dengan skala besar di daerah untuk menyerap garam lokal. Tidak justru mendatangkan garam dari luar negeri untuk diolah di daerah," ujarnya saat dihubungi, Kamis (17/1/2019).
Dia mengaku, saat ini dirinya tengah berada di kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Jakarta untuk membahas sejumlah hal, termasuk pergaraman nasional. Dalam kesempatan itu, juga disampaikan kondisi pergaram di Pati, terutama kekhawatiran banyak pihak atas masuknya perusahaan pengolah garam impor.
Edi menjelaskan, keberadaan perusahaan di Desa Langgenharjo, Kecamatan Juwana itu memiliki dua jenis izin. Selain izin pengolahan garam, juga mengantongi izin impor garam.
Saat ini, menurutnya pengiriman garam yang disebut-sebut berasal dari Australia tengah berlangsung. Sedikitnya 35 ribu ton garam dari manca negara didatangkan.
"Kalau soal izin pengolahan garam kewenangannya ada di pemerintah daerah. Sedangkan untuk izin impor dari Kementerian Perdagangan (Kemendag)," katanya.
Secara prinsip, Pemkab Pati lebih menginginkan industri besar garam yang masuk ke daerahnya dapat mendukung usaha garam rakyat. Bukan hanya petani yang didukung untuk lebih berkembang, tetapi juga melindungi industri kecil menengah (IKM) garam.Bupati Pati Haryanto, sebelumnya menyebut telah mengkaji ulang izin pengolahan garam perusahaan besar tersebut, terutama menyangkut kapasitas produksi dan jenis produk. Dia mengungkapkan, izin awal dikeluarkan oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Tengah."Meskipun izin dikeluarkan (Pemprov) Jawa Tengah tetapi kami bisa mengkaji ulang berdasar dinamika yang berkembang. Kami sudah mengundang pihak perusahaan dan pihak terkait sehingga ada pembatasan izin pengolahan garam impor," paparnya.Pemkab mengambil jalan tengah dengan membatasi kapasitas produksi paling banyak 35 ribu ton per tahun. Adapun jenis produknya untuk kebutuhan industri bukan konsumsi, seperti yang diproduksi IKM di Pati.
Editor: Supriyadi
Murianews, Pati - Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (Dislautkan) Kabupaten Pati Edi Martanto menyesalkan adanya garam impor di Pati yang masuk melalui industri skala besar. Bahkan dirinya juga hawatir, impor tersebut akan mengancam garam lokal.
"Semestinya membuat industri dengan skala besar di daerah untuk menyerap garam lokal. Tidak justru mendatangkan garam dari luar negeri untuk diolah di daerah," ujarnya saat dihubungi, Kamis (17/1/2019).
Dia mengaku, saat ini dirinya tengah berada di kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Jakarta untuk membahas sejumlah hal, termasuk pergaraman nasional. Dalam kesempatan itu, juga disampaikan kondisi pergaram di Pati, terutama kekhawatiran banyak pihak atas masuknya perusahaan pengolah garam impor.
Edi menjelaskan, keberadaan perusahaan di Desa Langgenharjo, Kecamatan Juwana itu memiliki dua jenis izin. Selain izin pengolahan garam, juga mengantongi izin impor garam.
Saat ini, menurutnya pengiriman garam yang disebut-sebut berasal dari Australia tengah berlangsung. Sedikitnya 35 ribu ton garam dari manca negara didatangkan.
"Kalau soal izin pengolahan garam kewenangannya ada di pemerintah daerah. Sedangkan untuk izin impor dari Kementerian Perdagangan (Kemendag)," katanya.
Secara prinsip, Pemkab Pati lebih menginginkan industri besar garam yang masuk ke daerahnya dapat mendukung usaha garam rakyat. Bukan hanya petani yang didukung untuk lebih berkembang, tetapi juga melindungi industri kecil menengah (IKM) garam.
Bupati Pati Haryanto, sebelumnya menyebut telah mengkaji ulang izin pengolahan garam perusahaan besar tersebut, terutama menyangkut kapasitas produksi dan jenis produk. Dia mengungkapkan, izin awal dikeluarkan oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Tengah.
"Meskipun izin dikeluarkan (Pemprov) Jawa Tengah tetapi kami bisa mengkaji ulang berdasar dinamika yang berkembang. Kami sudah mengundang pihak perusahaan dan pihak terkait sehingga ada pembatasan izin pengolahan garam impor," paparnya.
Pemkab mengambil jalan tengah dengan membatasi kapasitas produksi paling banyak 35 ribu ton per tahun. Adapun jenis produknya untuk kebutuhan industri bukan konsumsi, seperti yang diproduksi IKM di Pati.
Editor: Supriyadi