Jumat, 21 November 2025


Soni, Ketua Panitia Lamporan Desa Ketanggan mengatakan, ada banyak persepsi terkait Lamporan sendiri. Menurutnya, di Desa Ketanggan, Lamporan sudah merupakan peninggalan nenek moyang.

"Bahkan, dulu orang sering menggunakan obor untuk keliling desa mengecek kondisi yang ada. Tempat yang sekiranya sepi, disediakan obor agar warga yang berjalan, tidak gelap," katanya.

Dia melanjutkan, selain mempunyai nilai sejarah dan budaya, Lamporan ini sangat patut apabila dikenalkan kepada anak-anak. Mengingat, saat ini Lamporan sudah hampir punah.

"Kami memang sengaja mengajak anak-anak untuk membawa obor dan berkeliling desa. Tujuannya mengenalkan pada mereka agar nanti mereka (anak-anak) bisa melestarikan tradisi Lamporan ini," imbuhnya.

Sementara itu, Kepala Desa Ketanggan Teguh Sutanto mengatakan, Lamporan tidak sekadar sebagai media penerang. Dalam tradisi tersebut, oncor yang terbuat dari bambu merupakan simbol untuk mengusir malapetaka atau bala.

“Intinya, tradisi ini sebagai doa bersama dan ungkapan rasa syukur masyarakat kepada Tuhan. Doa itu untuk keselamatan hewan ternak dan kesejahteraan masyarakat,” terangnya.
“Intinya, tradisi ini sebagai doa bersama dan ungkapan rasa syukur masyarakat kepada Tuhan. Doa itu untuk keselamatan hewan ternak dan kesejahteraan masyarakat,” terangnya.Selain itu juga sebagai upaya tolak balak agar masyarakat terhindar dari marabahaya.Dirinya berharap, masyarakat dapat terus melestarikan tradisi yang baik tersebut. Sehingga para anak-anak maupun pemuda, kedepannya dapat mengetahui betul makna dari pada Lamporan itu."Sebagai masyarakat, tentu kita ingin nguri-uri tradisi tersebut. Harapannya, selain diberikan keselamatan oleh Allah, para generasi penerus juga bisa menjaga tradisi ini," tutup teguh. Reporter: Cholis AnwarEditor: Ali Muntoha

Baca Juga

Komentar

Terpopuler