Rabu, 19 November 2025


Padahal, idealnya ketika ongkos produksi naik, harga jual gabah juga harus menyesuaikan. Faktanya, hal itu tidak pernah terjadi. Produksi naik namun harga stagnan.

Hal itu diakui oleh Kamelan, Petani Desa Jambean Kidul, Kecamatan Margorejo. Dia mengatakan, untuk ongkos produksi setiap tahun mutlak mengalami kenaikan. Tetapi, terkadang hal ini tidpak begitu dipikirkan oleh sebagian petani.

Dengan harga jual gabah kering hasil panen yang stagnan, tentunya petani akan mengalami kerugian. Namun, diakui kerugian itu memang tidak begitu kelihatan.

"Pengeluaran untuk beli pupuk, pengairan, pembenihan, perawatan hingga panen, setiap tahun terus mengalami kenaikan. Kalau harga jual sama seperti tahun sebelumnya, ini kan sama halnya merugi," katanya.

Dia mencontohkan, ongkos produksi untuk satu hektare lahan padi, diperkirakan mencapai Rp 10 juta. Itu belum termasuk biaya sewa lahan, pengairan dan proses panen. Biaya tersebut akan mengalami kenaikan ketika harga pupuk pabrikan juga naik, tenaga manusia naik, dan komponen lainnya.

"Karena tidak mungkin seperti pupuk pabrikan itu harganya turun, begitu juga tenaga manusia yanh dibutuhkan untuk mengolah tanah," imbuhnya.Idelanya, lanjut Kamelan, ketika biaya produksi naik, harga jual gabah juga harus naik. Sekalipun itu sedikit, tetapi bisa mengurangi beban biaya yang dikeluarkan petani."Dari tahun ke tahun, keuntungan petani itu paling 15 persen. Itu tidak bisa lebih, malah kalau harga jual stagnan, justru keuntungan petani malah berkurang," tutupnya. Reporter: Cholis AnwarEditor: Supriyadi

Baca Juga

Komentar

Terpopuler