Kamis, 20 November 2025


Ironisnya, UU ini membuat buruh seolah-olah mati suri. Sebab, sebagian besar hak-hak pekerja yang sudah tertuang dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, justru dihilangkan.

Ketua FSPK Pati Edi Siswanto mengatakan, tidak masalah jika UU Cipta Kerja ini disahkan. Akan tetapi, ia meminta UU tersebut tidak mengurangi hak-hak yang sudah ada dalam UU sebelumnya.

”Terus terang kami sangat terpukul dan kecewa dengan wakil rakyat yang ada di pusat. Ternyata ada banyak hak-hak kami yang dipangkas habis-habisan,” terangnya, Selasa (6/10/2020).

Menurutnya, ada hal yang paling parah dalam UU Cipta Kerja tersebut, yakni dalam pasal 88 terkait dengan penetapan upah. Dalam hal ini, pekerja atau buruh tidak bisa intervensi. Kemudian juga terkait pemangkasan pesangon yang seharusnya menjadi hak pekerja.

”Kalau pekerja kena PHK (Pemutusan Hubungan Kerja), maka perusahaan berhak untuk tidak memberikan pesangon. Ini kan sangat merugikan pekerja. Padahal ketentuan dalam UU Ketenagakerjaan, pesangon tetap ada sebagai bentuk keadilan sosial,” terangnya.

Dia berpendapat, dalam UU Cipta kerja tersebut hanya untuk kepentingan kelompok kapitalis. Para pekerja hanya menjadi pemuas mereka yang harus kekuasaan.”Wakil rakyat sudah dipercaya untuk menjalankan amanah, nyatanya malah mengebiri rakyatnya sendiri. Ada jutaan bahkan ratusan juta pekerja di Indonesia yang terpukul dengan disahkannya UU Cipta Kerja itu,” kesalnya.”Kami dari FSPK sejak awal sudah menolak apabila UU Ketenagakerjaan ini diotak atik, apalagi sampai menghilangkan hak-hak kami,” imbuhnya. Reporter: Cholis AnwarEditor: Supriyadi

Baca Juga

Komentar