Pembuatan Arak di Kampung Plumpungan Grobogan Ternyata Sudah Berlangsung Ratusan Tahun
Dani Agus
Rabu, 11 April 2018 17:17:39
“Pembuatan arak di Plumpungan ini tidak diketahui kapan mulainya. Tapi dari cerita orang tua, aktivitas ini sudah berlangsung ratusan tahun atau sejak nenek moyang dulu,” ungkap Pjs Kades Banjardowo Didik, Rabu (11/4/2018).
Baca Juga: Kosek Kampung Plumpungan Grobogan, Polisi Sita 1.000 Liter Arak Siap EdarUsaha pembuatan arak diwariskan secara turun temurun. Hingga saat ini, ada sekitar 50 orang yang masih menggeluti usaha tersebut. Proses pembuatannya tetap dilakukan secara tradisional.
Masih banyaknya orang yang memproduksi arak bisa terlihat saat memasuki kampung ini. Didepan rumah yang membuat arak biasanya terdapat banyak tumpukan kayu bakar. Saat lewat disekitarnya, biasanya tercium bau cukup menyengat.
[caption id="attachment_140401" align="aligncenter" width="715"]

sejumlah peralatan pembuatan arak masih terjajar rapi di salah satu rumah warga. (MuriaNewsCom/Dani Agus)[/caption]
Pembuatan arak menggunakan beberapa komposisi bahan. Antara lain, tape beras ketan, ragi, air dan gula merah.
Bahan-bahan ini dicampur jadi satu dan didiamkan dulu selama beberapa hari atau difermentasi. Setelah itu, baru dilakukan proses penyulingan dengan tungku tradisional. Sebagian sudah menggunakan tungku yang sudah dimodifikasi.Arak yang dihasilkan dari proses penyulingan punya beberapa klasifikasi. Yakni, super, sedang, dan biasa tergantung kadar alkoholnya.Lantaran kadarnya beda, harga jualnya juga tidak sama. Arak kualitas paling super harganya berkisar Rp 90 ribu per liter. Selain warga sekitar, arak Plumpungan juga dipasarkan ke beberapa daerah.Bagi warga setempat, arak yang dihasilkan dianggap sebagai jamu tradisional dan dinilai tidak membahayakan. Dengan catatan, minumnya tidak terlalu banyak atau sesuai takaran yang dianjurkan.“Bagi kami, minuman ini (arak) adalah jamu. Kalau diminum sesuai takaran tidak membahayakan. Yang bikin orang meninggal itu karena minumnya dicampur bahan macam-macam. Kalau arak disini dibuat dari bahan alami,” cetus Tarmuji, salah satu tokoh masyarakat Plumpungan.
Editor: Supriyadi
Murianews, Grobogan - Ditemukannya lebih dari 1.000 liter arak saat polisi melangsungkan razia di Kampung Plumpungan, Desa Banjardowo, Kecamatan Kradenan dinilai bukan sesuatu yang mengejutkan. Ini karena, Kampung Plampungan memang dikenal sebagai sentra pembuatan arak yang dilakukan secara tradisional.
“Pembuatan arak di Plumpungan ini tidak diketahui kapan mulainya. Tapi dari cerita orang tua, aktivitas ini sudah berlangsung ratusan tahun atau sejak nenek moyang dulu,” ungkap Pjs Kades Banjardowo Didik, Rabu (11/4/2018).
Baca Juga: Kosek Kampung Plumpungan Grobogan, Polisi Sita 1.000 Liter Arak Siap Edar
Usaha pembuatan arak diwariskan secara turun temurun. Hingga saat ini, ada sekitar 50 orang yang masih menggeluti usaha tersebut. Proses pembuatannya tetap dilakukan secara tradisional.
Masih banyaknya orang yang memproduksi arak bisa terlihat saat memasuki kampung ini. Didepan rumah yang membuat arak biasanya terdapat banyak tumpukan kayu bakar. Saat lewat disekitarnya, biasanya tercium bau cukup menyengat.
[caption id="attachment_140401" align="aligncenter" width="715"]

sejumlah peralatan pembuatan arak masih terjajar rapi di salah satu rumah warga. (MuriaNewsCom/Dani Agus)[/caption]
Pembuatan arak menggunakan beberapa komposisi bahan. Antara lain, tape beras ketan, ragi, air dan gula merah.
Bahan-bahan ini dicampur jadi satu dan didiamkan dulu selama beberapa hari atau difermentasi. Setelah itu, baru dilakukan proses penyulingan dengan tungku tradisional. Sebagian sudah menggunakan tungku yang sudah dimodifikasi.
Arak yang dihasilkan dari proses penyulingan punya beberapa klasifikasi. Yakni, super, sedang, dan biasa tergantung kadar alkoholnya.
Lantaran kadarnya beda, harga jualnya juga tidak sama. Arak kualitas paling super harganya berkisar Rp 90 ribu per liter. Selain warga sekitar, arak Plumpungan juga dipasarkan ke beberapa daerah.
Bagi warga setempat, arak yang dihasilkan dianggap sebagai jamu tradisional dan dinilai tidak membahayakan. Dengan catatan, minumnya tidak terlalu banyak atau sesuai takaran yang dianjurkan.
“Bagi kami, minuman ini (arak) adalah jamu. Kalau diminum sesuai takaran tidak membahayakan. Yang bikin orang meninggal itu karena minumnya dicampur bahan macam-macam. Kalau arak disini dibuat dari bahan alami,” cetus Tarmuji, salah satu tokoh masyarakat Plumpungan.
Editor: Supriyadi