Karyanya Laku Rp 25 Juta, Pembuat Miniatur Asal Grobogan ini Kaget Bukan Kepalang
Dani Agus
Rabu, 1 Agustus 2018 20:38:05
Miniatur yang dibuatnya ini bentuknya berupa kapal pinisi dengan bahan limbah kayu jati. Miniatur kapal pinisi ini ukurannya cukup besar, yakni panjangnya 117 centimeter dan tingginya 89 centimeter.
Penjualan miniatur kapal pinisi tidak dilakukan dalam proses jual beli biasa. Tetapi, terjual saat disertakan dalam proses lelang pada acara pembukaan pameran lukisan di Gedung Promoter Polda Metro Jaya, Senin (30/7/2018). Pameran yang dibuka Kadiv Humas Polri Irjen Setiyo Wasisto tersebut digelar dalam rangka memperingati HUT ke-72 Bhayangkara dan HUT ke-73 Kemerdekaan RI.
Dalam acara pembukaan, ada selingan sesi lelang. Sebagian besar karya yang dilelang berupa lukisan. Miniatur kapal pinisi jadi satu-satunya karya non lukisan yang diikutkan lelang.
Diluar dugaan miniatur kapal tradisional dari kayu itu mendapat respon positif. Indikasinya, ada banyak orang yang ikut menawar dalam lelang itu. Akhirnya, panitia menetapkan miniatur kapal dimenangkan oleh penawar tertinggi yang berani membeli seharga Rp 25 juta.
“Waktu dengar miniatur kapal pinisi ditawar sampai Rp 25 juta, saya sempat tercengang. Rasanya, tidak percaya kalau hasil karya saya bisa dihargai begitu tinggi. Padahal jika dijual seperti biasa, paling banter laku Rp 4-5 juta saja,” kata Slamet saat dihubungi MuriaNewsCom via telepon, Rabu (1/8/2018).
Saat dihubungi, Slamet masih berada di lokasi pameran. Rencananya, pemuda 24 tahun itu akan berada di Jakarta hingga pameran berakhir tanggal 20 Agustus nanti.
Slamet mengaku, pembuatan miniatur kapal pinisi membutuhkan waktu cukup lama. Sedikitnya, ia butuh waktu hingga 20 hari untuk menyelesaikan karya yang terbaik yang pernah dibuatnya itu. Bahan pembuatan miniatur kapal pinisi itu seluruhnya menggunakan limbah kayu jati.
“Miniatur kapal pinisi ini khusus saya buat untuk diikutkan dalam pameran di Polda Metro Jaya. Butuh waktu cukup lama untuk membuatnya karena ukurannya besar dan modelnya memang agak rumit,” jelas lulusan SMPN 3 Jepara itu.
Menurut Slamet, keberhasilannya bisa mengikuti pameran itu berkat peran besar dari Ketua Komunitas Pelukis Indonesia (Kompi) Semilang Sutan Fanhar. Ceritanya, sekitar sebulan sebelum pameran, ia mendapat order dari Semilang untuk membuat miniatur kapal pinisi. Ia diminta menyelesaikan pembuatan miniatur paling lama 25 hari.
“Permintaan itu langsung saya sanggupi. Alhamdulillah, tidak sampai 25 hari, barangnya sudah jadi,” cetus anak bungsu dari tiga bersaudara, putra pasangan Bati dan Ngadiyem itu.Slamet menambahkan, Semilang merupakan idolanya, meski ia tidak mahir melukis. Selama beberapa bulan terakhir, ia aktif menjalin komunikasi dengan Semilang dan anggota Kompi lewat grup facebook. Selama berkomunikasi, ia juga sempat mengenalkan hasil karya yang dibuatnya dan kendala pemasaran.“Dari komunikasi yang sudah terjalin, saya dapat banyak motivasi dari beliau. Akhirnya, saya bisa dilibatkan dalam pameran di Jakarta,” imbuhnya.Pembuatan miniatur dari bahan limbah kayu jati baru dilakukan Slamet sejak enam bulan lalu. Meski demikian, ia sudah berhasil membuat sekitar 100 miniatur berbagai bentuk. Antara lain, masjid, lokomotif, rumah, dan mobil. Beberapa karya yang dihasilkan sudah laku terjual.Awal pembuatan miniatur atau replika yang dilakukan Slamet terjadi secara kebetulan. Ceritanya, sepulang kerja dari toko kayu di desa tetangga, ia mendapati tutup kendi (tempat air dari tanah) yang dimiliki dalam kondisi rusak.Kemudian, ia mencari sisa limbah kayu dari tempat kerjanya yang dibawa pulang untuk membuat tutup kendi tersebut. Saat sudah dipasang dan diamati, ia tiba-tiba menemukan ide untuk membuat miniatur.Beberapa hari kemudian, ia langsung mewujudkan ide yang didapat. Miniatur pertama yang dibuat berupa bangunan sebuah masjid. Untuk membuat hasil karya perdana ini, Slamet butuh waktu hampir sepekan karena semuanya dikerjakan secara otodidak.“Karya perdana ini sempat saya perlihatkan pada juragan kayu tempat saya kerja. Setelah dilihat, barangnya malah dibeli. Kalau tidak salah, saya dikasih uang Rp 150 ribu waktu itu. Dari sinilah saya merasa senang dan akhirnya terus bikin miniatur sampai sekarang,” cetusnya.
Editor : Supriyadi
Murianews, Grobogan - Perasaan senang, bangga sekaligus kaget dirasakan Slamet Sutrisno, warga Dusun Gebyar, Desa Crewek, Kecamatan Kradenan, Grobogan. Hal ini terkait dengan terjualnya hasil karya miniatur yang dibuatnya dengan harga Rp 25 juta.
Miniatur yang dibuatnya ini bentuknya berupa kapal pinisi dengan bahan limbah kayu jati. Miniatur kapal pinisi ini ukurannya cukup besar, yakni panjangnya 117 centimeter dan tingginya 89 centimeter.
Penjualan miniatur kapal pinisi tidak dilakukan dalam proses jual beli biasa. Tetapi, terjual saat disertakan dalam proses lelang pada acara pembukaan pameran lukisan di Gedung Promoter Polda Metro Jaya, Senin (30/7/2018). Pameran yang dibuka Kadiv Humas Polri Irjen Setiyo Wasisto tersebut digelar dalam rangka memperingati HUT ke-72 Bhayangkara dan HUT ke-73 Kemerdekaan RI.
Dalam acara pembukaan, ada selingan sesi lelang. Sebagian besar karya yang dilelang berupa lukisan. Miniatur kapal pinisi jadi satu-satunya karya non lukisan yang diikutkan lelang.
Diluar dugaan miniatur kapal tradisional dari kayu itu mendapat respon positif. Indikasinya, ada banyak orang yang ikut menawar dalam lelang itu. Akhirnya, panitia menetapkan miniatur kapal dimenangkan oleh penawar tertinggi yang berani membeli seharga Rp 25 juta.
“Waktu dengar miniatur kapal pinisi ditawar sampai Rp 25 juta, saya sempat tercengang. Rasanya, tidak percaya kalau hasil karya saya bisa dihargai begitu tinggi. Padahal jika dijual seperti biasa, paling banter laku Rp 4-5 juta saja,” kata Slamet saat dihubungi MuriaNewsCom via telepon, Rabu (1/8/2018).
Saat dihubungi, Slamet masih berada di lokasi pameran. Rencananya, pemuda 24 tahun itu akan berada di Jakarta hingga pameran berakhir tanggal 20 Agustus nanti.
Slamet mengaku, pembuatan miniatur kapal pinisi membutuhkan waktu cukup lama. Sedikitnya, ia butuh waktu hingga 20 hari untuk menyelesaikan karya yang terbaik yang pernah dibuatnya itu. Bahan pembuatan miniatur kapal pinisi itu seluruhnya menggunakan limbah kayu jati.
“Miniatur kapal pinisi ini khusus saya buat untuk diikutkan dalam pameran di Polda Metro Jaya. Butuh waktu cukup lama untuk membuatnya karena ukurannya besar dan modelnya memang agak rumit,” jelas lulusan SMPN 3 Jepara itu.
Menurut Slamet, keberhasilannya bisa mengikuti pameran itu berkat peran besar dari Ketua Komunitas Pelukis Indonesia (Kompi) Semilang Sutan Fanhar. Ceritanya, sekitar sebulan sebelum pameran, ia mendapat order dari Semilang untuk membuat miniatur kapal pinisi. Ia diminta menyelesaikan pembuatan miniatur paling lama 25 hari.
“Permintaan itu langsung saya sanggupi. Alhamdulillah, tidak sampai 25 hari, barangnya sudah jadi,” cetus anak bungsu dari tiga bersaudara, putra pasangan Bati dan Ngadiyem itu.
Slamet menambahkan, Semilang merupakan idolanya, meski ia tidak mahir melukis. Selama beberapa bulan terakhir, ia aktif menjalin komunikasi dengan Semilang dan anggota Kompi lewat grup facebook. Selama berkomunikasi, ia juga sempat mengenalkan hasil karya yang dibuatnya dan kendala pemasaran.
“Dari komunikasi yang sudah terjalin, saya dapat banyak motivasi dari beliau. Akhirnya, saya bisa dilibatkan dalam pameran di Jakarta,” imbuhnya.
Pembuatan miniatur dari bahan limbah kayu jati baru dilakukan Slamet sejak enam bulan lalu. Meski demikian, ia sudah berhasil membuat sekitar 100 miniatur berbagai bentuk. Antara lain, masjid, lokomotif, rumah, dan mobil. Beberapa karya yang dihasilkan sudah laku terjual.
Awal pembuatan miniatur atau replika yang dilakukan Slamet terjadi secara kebetulan. Ceritanya, sepulang kerja dari toko kayu di desa tetangga, ia mendapati tutup kendi (tempat air dari tanah) yang dimiliki dalam kondisi rusak.
Kemudian, ia mencari sisa limbah kayu dari tempat kerjanya yang dibawa pulang untuk membuat tutup kendi tersebut. Saat sudah dipasang dan diamati, ia tiba-tiba menemukan ide untuk membuat miniatur.
Beberapa hari kemudian, ia langsung mewujudkan ide yang didapat. Miniatur pertama yang dibuat berupa bangunan sebuah masjid. Untuk membuat hasil karya perdana ini, Slamet butuh waktu hampir sepekan karena semuanya dikerjakan secara otodidak.
“Karya perdana ini sempat saya perlihatkan pada juragan kayu tempat saya kerja. Setelah dilihat, barangnya malah dibeli. Kalau tidak salah, saya dikasih uang Rp 150 ribu waktu itu. Dari sinilah saya merasa senang dan akhirnya terus bikin miniatur sampai sekarang,” cetusnya.
Editor : Supriyadi