Rabu, 19 November 2025


Mereka yang bermain layang-layang ini bukan hanya anak muda saja. Namun, orang tua dan anak-anak serta ibu-ibu juga ikut ambil bagian.

Bermain layang-layang ternyata sudah jadi tradisi warga setempat sejak beberapa tahun terakhir. Tepatnya, saat puncak musim kemarau pada kisaran bulan September hingga Oktober. Pada saat ini, areal sawah tidak ada tanamannya karena petani menunggu datangnya hujan untuk memulai musim tanam.

“Sawah disini tadah hujan. Jadi kalau musim kemarau panjang tidak bisa ditanami. Saat seperti ini, biasanya kita manfaatkan untuk menerbangkan layangan,” kata Triyono, warga setempat.

Layang-layang yang diterbangkan ke angkasa, bentuknya beragam. Ada yang dibuat dengan bentuk pesawat terbang, dan replika hewan.

Ukuran layang-layang juga beragam. Bahkan, ada layang-layang yang lebarnya hingga 3,5 meter. Semua layang-layang dibuat oleh warga sendiri alias tidak ada yang beli.
“Kami sudah biasa bikin layang-layang seperti ini. Kalau bikin sendiri, biayanya murah. Untuk ukuran paling besar, paling habis Rp 50 ribu sudah termasuk tali,” kata Karmin, warga lainnya.Menjelang magrib, sebagian layang-layang diturunkan sebentar untuk dinyalakan lampunya. Untuk diketahui, sebagian layang-layang itu memang dilengkapi dengan beberapa lampu kecil aneka warga yang dihidupkan dengan batre kecil.Setelah menyala, layang-layang kembali diterbangkan ke angkasa. Saat malam, pemandangan diatas perkampungan terlihat kerlap-kerlip yang berasal dari pancaran lampu layang-layang.“Wah, bagus sekali pemandangannya. Saya beruntung bisa lihat pesta layang-layang ini. Kebetulan, saya tadi lewat sini dan berhenti untuk nonton keramaian,” kata Lisgiyanti, warga Jengglong, Purwodadi yang sempat melihat kemeriahan di areal sawah kampung Gading itu.Editor : Supriyadi

Baca Juga

Komentar

Terpopuler