Jumat, 21 November 2025


Tujuannya mereka bukan untuk unjuk rasa. Tetapi meminta agar mereka dilibatkan dalam melestarikan tradisi kotekan lesung yang saat ini sedang digagas oleh kepala desanya.

“Jadi ceritanya, saya memang dalam dua hari terakhir meminta beberapa ibu-ibu untuk berlatih kotekan pakai lesung. Ternyata, simbah-simbah ini antusias untuk ikut berpartisipasi karena mereka dulunya sudah biasa melakukan tradisi ini. Tentu saja, saya sangat senang dengan antusias masyarakat yang mendukung dijadikannya desa ini sebagai desa wisata,” kata Taufik.

Menurut Taufik, sebagai salah satu upaya mendukung desa wisata, beberapa kesenian tradisional rencananya akan dihidupkan lagi. Tradisi ini salah satunya akan diperlihatkan ketika nanti ada pengunjung dari luar daerah yang datang ke Banjarejo.

Lantaran sudah lama menghilang, maka untuk mempertontonkan tradisi tersebut perlu dilakukan latihan lagi. “Saat launching desa wisata, tradisi ini rencananya akan kita suguhkan. Acara launching dijadwalkan 27 Oktober di Balai Desa Banjarejo,” jelasnya.
Upaya untuk melestarikan tradisi kotekan lesung sempat menemui sedikit kendala. Sebab, Taufik sempat kesulitan untuk mendapatkan peralatan pendukungnya. Yakni, lesung dan seperangkat alu atau tongkat penumbuk.“Setelah cari beberapa hari akhirnya ada warga yang masih punya. Kalau dulu hampir semua rumah punya lesung dan alu. Setelah ada ricemill atau selep, keberadaan lesung dan alu ini sudah susah dicari karena banyak yang sudah dijual pada pencari barang antik,” sambung Taufik.Taufik menambahkan, proses latihan kotekan lesung ini hasilnya sudah terlihat menjanjikan. Irama yang keluar sudah lebih enak didengar. Padahal, dalam latihan itu tidak ada instruktur khusus yang memberikan bimbingan.“Doakan saja latihannya bisa lancar dan siap ditampilkan saat launching nanti,” pungkasnya.Editor : Kholistiono

Baca Juga

Komentar

Terpopuler