Sabtu, 22 November 2025


Mun panggilan akrabnya mengatakan,  kelumpuhan yang ia derita sudah ia rasakan sejak masih usia satu tahun. Dari cerita yang ia dapat, kelumpuhannya bukan bawaan dari lahir melainkan karena musibah.

Kejadian nahas tersebut terjadi saat ia baru belajar merangkak. Suatu hari saudara sepupunya menggendong dia. Tanpa disengaja, ia terjatuh dari gendongannya.

"Mungkin karena masih lucu-lucunya. Saat itu saya digendong saudara sepupu. Namun saya terjatuh. Terus saya dipijatkan. Dan akhirnya saya seperti ini," cerita Muntiah.

Masa-masa berat Muntiah telah banyak ia lalui. Namun, ia lebih memilih untuk bersyukur tanpa berkeluh kesah. Meskipun kedua kakinya yang mengalami lumpuh, ia belajar untuk memanfaatkan anggota tubuh lainnya untuk beraktivitas.

Mulai dari pembungkus kopi,  tukang permak,  sampai membuat daur ulang dari sisa botol air mineral, ia lakukan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Kini, ia menghabiskan sebagian waktunya menjadi buruh pembungkus rokok. Ia juga menjadi dua di antara pekerja yang ada di rumah untuk pengusaha kopi.

[caption id="attachment_146124" align="aligncenter" width="715"] Muntiah (40) saat menjalani pekerjaannya sebagai buruh pembungkus kopi di usaha milik Bapak Untung. (MuriaNewsCom/Dian Utoro Aji)[/caption]

Menjadi pekerja pembungkus rokok ia lakoni sejak tahun 2004 lalu. Setiap satu minggunya ia bekerja selama empat sampai lima hari. Dengan penghasilan yang hanya Rp 15 ribu perhari, ia harus memenuhi kebutuhan hidup seharinya.

"Kalau biasanya berangkat bekerja mulai dari jam 9 pagi sampai jam 5 Sore. Kadang juga sampai magrib. Kalau istirahat ya saya,  biasanya sambil tiduran disini tidak apa-apa," ungkap Mun anak sulung dari dua bersaudara itu.Selain menjadi buruh pembungkus kopi,  Muntiah juga mengisi waktunya bekerja menjadi tukang permak. Ia dulunya,  pernah belajar ketrampilan menjahit di Solo."Kalau pas ndak kerja membungkus kopi. Saya di rumah sambil menjahit. Saya biasanya mempermak celana yang mau memasang seperti memasang resleting. Kalau harga saya ndak memasang tarif. Biar seiklhasnya," tutur dia.Selain mempermak celana,  ia juga menyambil bekerja mendaur ulang botol mineral. Ia menjadi tenaga potong botol air mineral. "Kalau daur ulang saya ndak mesti,  soalnya hanya nyambi. Kalau motongi bagian atas air mineral saya dapat upah Rp 1.100 per kilonya," tuturnya.Selama ini ia,  baru mendapatkan bantuan dua kali. Pertama bantuan kursi dari pada tahun 1988. Bantuan itu didapat dari departemen sosial. Sedangkan bantuan yang kedua,  ia mendapatkan bantuan kursi roda dari pemerintah Kecamatan Kaliwungu. Pendapatan bantuan itu baru saja ia dapat sekitar dua tahun lalu."Kursi roda bantuan dari Pak camat dua tahun lalu yang saya gunakan untuk beraktivitas sehari-hari saya saat ini. Seperti saat berangkat bekerja dan lainnya," jelasnya.Muntiah berharap, suatu hari nanti bisa mempunyai kendaraan roda tiga yang dimodifikasi. Lumayan kata dia,  bisa digunakan saat beraktivitas sehari-hari."Kalau mempunyai kendaraan bisa untuk memenuhi kebutuhan bekerja. Seperti membeli resleting, keperluan untuk menjahit. Karena selama ini kebutuhan untuk membeli resleting, saya minta bantuan adik saya," pungkasnya.Editor : Supriyadi

Baca Juga

Komentar