Kedelai Mahal, Produsen Tahu-Tempe Jepara Menjerit
Faqih Mansur Hidayat
Senin, 21 Februari 2022 11:16:03
MURIANEWS, Jepara - Mahalnya harga kedelai membuat para produsen tahu dan tempe di Kabupaten
Jepara menjerit. Mereka pun terpaksa mengurangi jumlah produksi hariannya.
Suwarno, salah satu produsen tahu di Desa Langon, Kecamatan Tahunan, mengaku risau dengan mahalnya harga kedelai. Dia sangat keberatan dengan kondisi itu.
“Kalau susah mencarinya itu tidak. Tapi harganya itu yang mahal. Rp 11.500 per kilogram. Biasanya Rp 9.500. Saya keberatan itu,” kata Suwarno, Senin (21/2/2022).
Baca juga: Harga Kedelai Naik, Produsen Tahu-Tempe Pati Kurangi ProduksiKenaikan harga kedelai sudah mulai sejak Pandemi Covid-19. Namun, ia mulai merasakannya pada awal tahun ini. Sebelum pandemi, harga kedelai masih di kisaran Rp 8.500 per kilogram. Ia biasanya membeli kedelai lokal di Jepara sendiri.
Karena tingginya harga, Suwarno pun memilih mengurangi jumlah produksinya. Di mana, sebelum harga naik, ia biasanya memproduksi tahu dari 1 kuintal kedelai dalam seharai.
Dengan kenaikan itu, ia pun hanya memproduksi tahu yang diolah dari setengah kuintal per harinya. “Pasar sepi. Penghasilan tentu berkurang. Sekarang produksi harian tinggal setengah kuintal,” ujar Suwarno.
Menurutnya, tingginya harga kedelai juga dirasakan hampir semua teman sesama produsen tahu dan tempe. Suwarno juga mendapatkan keluhan dari produsen di banyak kecamatan di Jepara.
Menurutnya, tingginya harga kedelai juga dirasakan hampir semua teman sesama produsen tahu dan tempe. Suwarno juga mendapatkan keluhan dari produsen di banyak kecamatan di Jepara.“Teman-teman (produsen tahu dan tempe) di Kecamatan Mayong juga begitu. Yang biasanya produksi harian 6-7 kuintal, sekarang tinggal 4 kwintal. Rata-rata memang produksi berkurang. Karena masalahnya sama,” terang dia.Tak hanya pengurangan produksi. Para produsen tahu dan tempe juga mengurangi ukuran dan volume.Namun, Suwarno hanya mengurangi ukuran pada produk tempenya saja. Sebab, pencetak tahunya permanen tidak bisa diubah.“Untuk tempe bisa dikurangi. Misalnya, satu tempe yang mulanya berisi 1 ons kedelai, kini hanya berisi 600-700 gram kedelai,” ujarnya.Suwarno menyebut, biasanya dirinya menjual satu jeriken tahu seharga Rp 85 ribu. Isinya 147 tahu. Namun, permintaan di pasar tak seramai sebelum harga kedelai melesat tajam seperti sekarang ini. Reporter: Faqih Mansur HidayatEditor: Zulkifli Fahmi
[caption id="attachment_273654" align="alignleft" width="1280"]

Suasana tempat produksi tahu milik Suwarno di Desa Langon, Kecamatan Tahunan Jepara. (MURIANEWS/Istimewa)[/caption]
MURIANEWS, Jepara - Mahalnya harga kedelai membuat para produsen tahu dan tempe di Kabupaten
Jepara menjerit. Mereka pun terpaksa mengurangi jumlah produksi hariannya.
Suwarno, salah satu produsen tahu di Desa Langon, Kecamatan Tahunan, mengaku risau dengan mahalnya harga kedelai. Dia sangat keberatan dengan kondisi itu.
“Kalau susah mencarinya itu tidak. Tapi harganya itu yang mahal. Rp 11.500 per kilogram. Biasanya Rp 9.500. Saya keberatan itu,” kata Suwarno, Senin (21/2/2022).
Baca juga: Harga Kedelai Naik, Produsen Tahu-Tempe Pati Kurangi Produksi
Kenaikan harga kedelai sudah mulai sejak Pandemi Covid-19. Namun, ia mulai merasakannya pada awal tahun ini. Sebelum pandemi, harga kedelai masih di kisaran Rp 8.500 per kilogram. Ia biasanya membeli kedelai lokal di Jepara sendiri.
Karena tingginya harga, Suwarno pun memilih mengurangi jumlah produksinya. Di mana, sebelum harga naik, ia biasanya memproduksi tahu dari 1 kuintal kedelai dalam seharai.
Dengan kenaikan itu, ia pun hanya memproduksi tahu yang diolah dari setengah kuintal per harinya. “Pasar sepi. Penghasilan tentu berkurang. Sekarang produksi harian tinggal setengah kuintal,” ujar Suwarno.
Menurutnya, tingginya harga kedelai juga dirasakan hampir semua teman sesama produsen tahu dan tempe. Suwarno juga mendapatkan keluhan dari produsen di banyak kecamatan di Jepara.
“Teman-teman (produsen tahu dan tempe) di Kecamatan Mayong juga begitu. Yang biasanya produksi harian 6-7 kuintal, sekarang tinggal 4 kwintal. Rata-rata memang produksi berkurang. Karena masalahnya sama,” terang dia.
Tak hanya pengurangan produksi. Para produsen tahu dan tempe juga mengurangi ukuran dan volume.
Namun, Suwarno hanya mengurangi ukuran pada produk tempenya saja. Sebab, pencetak tahunya permanen tidak bisa diubah.
“Untuk tempe bisa dikurangi. Misalnya, satu tempe yang mulanya berisi 1 ons kedelai, kini hanya berisi 600-700 gram kedelai,” ujarnya.
Suwarno menyebut, biasanya dirinya menjual satu jeriken tahu seharga Rp 85 ribu. Isinya 147 tahu. Namun, permintaan di pasar tak seramai sebelum harga kedelai melesat tajam seperti sekarang ini.
Reporter: Faqih Mansur Hidayat
Editor: Zulkifli Fahmi