Pulau Parang sudah terlihat sekitar 1 kilometer di atas perairan Karimunjawa. Raungan mesin nyaring terdengar ketika kapal mendekati Dermaga Utama Pulau Parang.
Dari dermaga, tampak tiga lelaki sedang membuat kapal di pinggir pantai. Sebuah kapal jenis jonson sepanjang 17 meter dengan lebar 2,70 meter sedang mereka garap bersama.
Di antara mereka, Syafi’i yang paling muda. Bujangan asli Pulau Parang itu mewarisi keahlian membuat kapal dari leluhurnya.
’’Saya bisa itu diajari orang tua. Di sini keahliannya (membuat kapal, red) turun temurun dari nenek moyang,’’ kata Syaf’i kepada Murianews awal Maret 2022 lalu.
Membuat kapal, kata dia, kini semakin mudah. Dulu nyaris semua dikerjakan dengan alat tradisional. Kini, dia sudah bisa menggunakan alat modern bertenaga listrik untuk pengerjaan kapal.
Kehadiran listrik menjadi berkah besar bagi Syafi’i dan masyarakat di pulau terpencil itu. Sebelum ada aliran listrik, pembuatan satu unit kapal bisa memakan waktu lebih dari dua bulan. Semenjak listrik mengalir, kapal selesai dikerjakan hanya sekitar 53 hari.
’’Sekarang bisa pakai mesin. Pengerjaan jauh lebih cepat,’’ ujar dia.
Pulau Parang merupakan salah satu pulau terjauh dari daratan Pulau Karimunjawa. Butuh waktu dua jam menaiki perahu motor dari Pelabuhan Karimunjawa untuk sampai di pulau berpenduduk sekitar 1.200 jiwa itu.
Akses jalan di dalam pulau terbilang belum maksimal. Dari pelabuhan menuju permukiman, jalan masih berupa tanah sekitar 700 meter. Wisatawan bisa jalan kaki atau meminta jemputan menggunakan kendaraan.
Pada lokasi itu, wisatawan disuguhi hamparan hutan macam sabana. Hewan-hewan ternak warga pun dibiarkan mencari makan sendiri begitu saja. Pulau Parang sangat mendamaikan.
Setelah adzan maghrib, Ilham, salah satu warga Pulau Parang, sudah ditunggu tiga bocah di ruang tamu. Mereka membawa Al Qur’an. Ilham merupakan salah satu guru ngaji di sana. Mereka mengaji di bawah lampu berwarna putih bercahaya terang.
’’Dulu, kalau mengaji atau belajar hanya pakai lampu petromaks. Sekarang lampu listrik,’’ kata Ilham sambil tersenyum bahagia.
[caption id="attachment_336486" align="alignleft" width="1280"]

PLTS di Pulau Parang, Kecamatan Karimunjawa, Kabupaten Jepara. (Murianews/Faqih Mansur Hidayat)[/caption]
Sejak tahun 2018 lalu, listrik di Pulau Parang memang sudah menyala 24 jam. Ini telah menjadi kemewahan tersendiri bagi warga setempat. Namun, ternyata aliran listrik itu masih dibayang-bayangi beragam masalah.
Kali pertama listrik masuk ke Pulau Parang Sejak pada tahun 2002 silam. Sebelumnya, masyarakat hanya menggunakan penerangan seadanya. Semula, listrik di sana bersumber dari genset dengan kekuatan 100 kilovolt ampere (kVA).
Kemudian, tahun 2014, Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memberikan bantuan berupa Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dengan daya 75 kWp.
Baca: Karimunjawa Ditawari PLTS di Tengah LautLalu pada tahun 2018 Pulau Parang dapat hibah dari Denmark berupa PLTDS dengan kekuatan daya 60 kWp.
Lalu pada tahun 2018 Pulau Parang dapat hibah dari Denmark berupa PLTDS dengan kekuatan daya 60 kWp.Ilham sangat bersyukur dengan adanya listrik di desanya. Apalagi saat ini sudah 24 jam. Sebelum tahun 2018, listrik di Pulau Parang hanya menyala dari pukul 18.00-23.30 WIB.’’Sekarang Alhamdulillah sudah menyala 24 jam. Dulu masih 5,5 jam. Tapi sekarang, konsumsi listrik kami masih dibatasi,’’ jelas IlhamIlham mengungkapkan, masing-masing rumah dijatah listrik dengan daya 1500 KWH dalam saktu 24 jam. Jika konsumsi listrik melebihi kapasitas itu, maka secara otomatis listrik akan mati.Listrik baru akan menyala lagi pada pukul 15.00 WIB. Sebab, pada jam tersebut, tenaga pembangkit sedang melakukan pengisian ulang listrik dan dialirkan ke masing-masing rumah.’’Jadi kami harus bisa pintar-pintar atur konsumsi listrik. Kalau misalnya pagi-pagi konsumsi melebihi kapasitas, otomatis akan mati. Mau tidak mau kita minta ke tetangga,’’ ujar Ilham.Sementara itu, Muh Zaenal Arifin, Petinggi Pulau Parang, mengaku desanya jauh lebih maju dibanding belasan tahun silam. Listrik sudah mengalir 24 jam penuh. Tak seperti dulu yang hanya sekitar enam jam saja. Tak hanya itu, meski belum genap dua bulan, sinyal internet sudah masuk di Pulau Parang.’’Dulu, kalau mau telpon, harus lari ke pelabuhan. Atau ke tempat-tempat tertentu yang lebih dekat dengan Pulau Karimunjawa,’’ ungkap Zaenal.Pada awal Oktober 2022 lalu, Pemerintah Kabupaten Jepara menyerahkan pengelolaan operasional dan pemeliharaan kelistrikan di Pulau Parang, Genting dan Nyamuk kepada PLN.Manager PLN Unit Layanan Pelanggan Jepara, Ronny Afrioko menyampaikan, setidaknya ada 605 pelanggan di ketiga pulau tersebut. Menurutnya, proses pengalihan pengelolaan itu telah dimulai sejak November 2021 lalu.Disampaikan, nantinya para pelanggan di Pulau Parang, Genting, dan Nyamuk akan mendapat kuota sebanyak 1,5 Kwh per hari. Pembatasan jumlah kuota tersebut, rencananya akan dihentikan ketika pembangunan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) telah rampung pada 2023.’’Namun pembatasan tersebut tidak berlaku pada fasilitas umum seperti balai desa, puskesmas, dan sekolah,’’ jelas dia.Terpisah, Muslikin, Camat Karimunjawa mengaku sangat bersyukur dengan kondisi listrik saat ini. Pasalnya, hampir seluruh rumah di Kepulauan Karimunjawa sudah teraliri listrik. Hanya sedikit rumah yang belum. Namun, rumah-rumah itu tetap menyalur listrik dari rumah terdekat milik sanak saudara.Meskipun, sebenarnya penggunaan PLTS itu akan sangat terganggu dengan cuaca yang tidak menentu. Bila tak ada sinar matahari, petugas terpaksa menggunakan generator untuk mengisi daya listrik.Muslikin mengungkapkan, mayoritas masyarakat sudah kerap mengeluh dengan adanya pembatasan daya listrik tersebut. Namun, mereka hanya bisa diminta untuk bersabar sampai pembangunan PLTS oleh PLN itu rampung.’’Untuk sementara disyukuri apa adanya dulu. Nanti pada waktunya pasti tidak ada pembatasan,’’ tutur Muslikin, Rabu (16/11/2022). Reporter: Faqih Mansur HidayatEditor: Zulkifli Fahmi
Murianews, Jepara – Hidup di wilayah kepulauan seperti di Kecamatan Karimunjawa, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah harus terbiasahi dengan berbagai keterbatasan. Salah satunya ketersediaan listrik yang kini menjadi kebutuhan pokok kehidupan.
Pulau Parang sudah terlihat sekitar 1 kilometer di atas perairan Karimunjawa. Raungan mesin nyaring terdengar ketika kapal mendekati Dermaga Utama Pulau Parang.
Dari dermaga, tampak tiga lelaki sedang membuat kapal di pinggir pantai. Sebuah kapal jenis jonson sepanjang 17 meter dengan lebar 2,70 meter sedang mereka garap bersama.
Di antara mereka, Syafi’i yang paling muda. Bujangan asli Pulau Parang itu mewarisi keahlian membuat kapal dari leluhurnya.
’’Saya bisa itu diajari orang tua. Di sini keahliannya (membuat kapal, red) turun temurun dari nenek moyang,’’ kata Syaf’i kepada Murianews awal Maret 2022 lalu.
Membuat kapal, kata dia, kini semakin mudah. Dulu nyaris semua dikerjakan dengan alat tradisional. Kini, dia sudah bisa menggunakan alat modern bertenaga listrik untuk pengerjaan kapal.
Kehadiran listrik menjadi berkah besar bagi Syafi’i dan masyarakat di pulau terpencil itu. Sebelum ada aliran listrik, pembuatan satu unit kapal bisa memakan waktu lebih dari dua bulan. Semenjak listrik mengalir, kapal selesai dikerjakan hanya sekitar 53 hari.
’’Sekarang bisa pakai mesin. Pengerjaan jauh lebih cepat,’’ ujar dia.
Pulau Parang merupakan salah satu pulau terjauh dari daratan Pulau Karimunjawa. Butuh waktu dua jam menaiki perahu motor dari Pelabuhan Karimunjawa untuk sampai di pulau berpenduduk sekitar 1.200 jiwa itu.
Akses jalan di dalam pulau terbilang belum maksimal. Dari pelabuhan menuju permukiman, jalan masih berupa tanah sekitar 700 meter. Wisatawan bisa jalan kaki atau meminta jemputan menggunakan kendaraan.
Pada lokasi itu, wisatawan disuguhi hamparan hutan macam sabana. Hewan-hewan ternak warga pun dibiarkan mencari makan sendiri begitu saja. Pulau Parang sangat mendamaikan.
Setelah adzan maghrib, Ilham, salah satu warga Pulau Parang, sudah ditunggu tiga bocah di ruang tamu. Mereka membawa Al Qur’an. Ilham merupakan salah satu guru ngaji di sana. Mereka mengaji di bawah lampu berwarna putih bercahaya terang.
’’Dulu, kalau mengaji atau belajar hanya pakai lampu petromaks. Sekarang lampu listrik,’’ kata Ilham sambil tersenyum bahagia.
[caption id="attachment_336486" align="alignleft" width="1280"]

PLTS di Pulau Parang, Kecamatan Karimunjawa, Kabupaten Jepara. (Murianews/Faqih Mansur Hidayat)[/caption]
Sejak tahun 2018 lalu, listrik di Pulau Parang memang sudah menyala 24 jam. Ini telah menjadi kemewahan tersendiri bagi warga setempat. Namun, ternyata aliran listrik itu masih dibayang-bayangi beragam masalah.
Kali pertama listrik masuk ke Pulau Parang Sejak pada tahun 2002 silam. Sebelumnya, masyarakat hanya menggunakan penerangan seadanya. Semula, listrik di sana bersumber dari genset dengan kekuatan 100 kilovolt ampere (kVA).
Kemudian, tahun 2014, Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memberikan bantuan berupa Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dengan daya 75 kWp.
Baca: Karimunjawa Ditawari PLTS di Tengah Laut
Lalu pada tahun 2018 Pulau Parang dapat hibah dari Denmark berupa PLTDS dengan kekuatan daya 60 kWp.
Ilham sangat bersyukur dengan adanya listrik di desanya. Apalagi saat ini sudah 24 jam. Sebelum tahun 2018, listrik di Pulau Parang hanya menyala dari pukul 18.00-23.30 WIB.
’’Sekarang Alhamdulillah sudah menyala 24 jam. Dulu masih 5,5 jam. Tapi sekarang, konsumsi listrik kami masih dibatasi,’’ jelas Ilham
Ilham mengungkapkan, masing-masing rumah dijatah listrik dengan daya 1500 KWH dalam saktu 24 jam. Jika konsumsi listrik melebihi kapasitas itu, maka secara otomatis listrik akan mati.
Listrik baru akan menyala lagi pada pukul 15.00 WIB. Sebab, pada jam tersebut, tenaga pembangkit sedang melakukan pengisian ulang listrik dan dialirkan ke masing-masing rumah.
’’Jadi kami harus bisa pintar-pintar atur konsumsi listrik. Kalau misalnya pagi-pagi konsumsi melebihi kapasitas, otomatis akan mati. Mau tidak mau kita minta ke tetangga,’’ ujar Ilham.
Sementara itu, Muh Zaenal Arifin, Petinggi Pulau Parang, mengaku desanya jauh lebih maju dibanding belasan tahun silam. Listrik sudah mengalir 24 jam penuh. Tak seperti dulu yang hanya sekitar enam jam saja. Tak hanya itu, meski belum genap dua bulan, sinyal internet sudah masuk di Pulau Parang.
’’Dulu, kalau mau telpon, harus lari ke pelabuhan. Atau ke tempat-tempat tertentu yang lebih dekat dengan Pulau Karimunjawa,’’ ungkap Zaenal.
Pada awal Oktober 2022 lalu, Pemerintah Kabupaten Jepara menyerahkan pengelolaan operasional dan pemeliharaan kelistrikan di Pulau Parang, Genting dan Nyamuk kepada PLN.
Manager PLN Unit Layanan Pelanggan Jepara, Ronny Afrioko menyampaikan, setidaknya ada 605 pelanggan di ketiga pulau tersebut. Menurutnya, proses pengalihan pengelolaan itu telah dimulai sejak November 2021 lalu.
Disampaikan, nantinya para pelanggan di Pulau Parang, Genting, dan Nyamuk akan mendapat kuota sebanyak 1,5 Kwh per hari. Pembatasan jumlah kuota tersebut, rencananya akan dihentikan ketika pembangunan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) telah rampung pada 2023.
’’Namun pembatasan tersebut tidak berlaku pada fasilitas umum seperti balai desa, puskesmas, dan sekolah,’’ jelas dia.
Terpisah, Muslikin, Camat Karimunjawa mengaku sangat bersyukur dengan kondisi listrik saat ini. Pasalnya, hampir seluruh rumah di Kepulauan Karimunjawa sudah teraliri listrik. Hanya sedikit rumah yang belum. Namun, rumah-rumah itu tetap menyalur listrik dari rumah terdekat milik sanak saudara.
Meskipun, sebenarnya penggunaan PLTS itu akan sangat terganggu dengan cuaca yang tidak menentu. Bila tak ada sinar matahari, petugas terpaksa menggunakan generator untuk mengisi daya listrik.
Muslikin mengungkapkan, mayoritas masyarakat sudah kerap mengeluh dengan adanya pembatasan daya listrik tersebut. Namun, mereka hanya bisa diminta untuk bersabar sampai pembangunan PLTS oleh PLN itu rampung.
’’Untuk sementara disyukuri apa adanya dulu. Nanti pada waktunya pasti tidak ada pembatasan,’’ tutur Muslikin, Rabu (16/11/2022).
Reporter: Faqih Mansur Hidayat
Editor: Zulkifli Fahmi