Sabtu, 22 November 2025


Hal itu diakui Ketua Kluster Kuningan Juwana, Sutrisno. "Industri kuningan di Juwana memang sudah mulai terpuruk sejak krisis moneter pada 1998. Namun, kondisi itu semakin melesu sampai sekarang. Mungkin, MEA yang sudah mulai masuk Indonesia ikut memengaruhi kondisi ekonomi sehingga industri kuningan terkena imbasnya," ujar Sutrisno, Rabu  (8/2/2017).

Di era MEA, lanjut Sutrisno, tuntutan harga di pasar-pasar menghendaki murah. Pada saat yang sama, biaya produksi kuningan semakin melambung tinggi. Kondisi itu yang membuat sejumlah pengusaha industri kuningan di Juwana mengalami kesulitan untuk bertahan.

Berbeda dengan Triyoga Septyantoro. Pengusaha Sampurna Kuningan Juwana ini mengaku cukup bisa bertahan di tengah gempuran era MEA. Menurutnya, pasang-surut dalam dunia bisnis merupakan hal yang wajar. "Sampurna Kuningan masih dalam batas yang wajar dan masih bertahan," ucap Triyoga.

Bahkan, Yoga tidak jarang menerima pesanan kerajinan kuningan dari lokal, seperti Pati dan Jawa Tengah. Mereka biasanya pesan untuk kebutuhan furnitur. Belum lagi, pengusaha dari Jakarta dan Bali sudah biasa memesan untuk diekspor."Kalau ekspor furnitur kuningan ke luar negeri, biasanya lewat perusahaan ekspor. Kami belum bisa melakukan ekspor sendiri. Pembuatan Piala Bhayangkara Cup 2016 juga kami yang membuatnya," jelasnya.Dia menilai, saat ini hampir semua sektor bisnis di Indonesia mengalami kelesuan. Kondisi ekonomi yang lesu diakui cukup memengaruhi industri kuningan. "Pengaruhnya tetap ada. Namun, kami masih tetap bisa bertahan," tandasnya.Editor : Kholistiono

Baca Juga

Komentar

Terpopuler