Rabu, 19 November 2025


MURIANEWS, Pati – Konsep kemerdekaan yang merupakan hak segala bangsa, termaktub dalam pembukaan UUD 1945. Dalam kemerdekaan, rasa perikemanusiaan dan perikeadilan menjadi landasan penting untuk membangun sebuah bangsa.

Karena itu, memuliakan manusia menjadi elemen utama untuk menjaga kemerdekaan yang sesungguhnya tetap utuh. Sehingga tidak ada lagi kemerdekaan yang justru digunakan untuk menzalimi orang lain.

Hal ini disampaikan oleh Anis Sholeh Ba’asyin dalam Majelis Ngaji NgaAllah Suluk Maleman di Kabupaten Pati, Sabtu (20/8/2022) malam kemarin.

dalam mengurai kemerdekaan ini, Habib Anis kemudian menarik makna yang lebih sempat dalam pemahaman personal kemanusiaan. Dia menilai bahwa setiap orang atau individu mempunyai kemerdekaan yang sama.

”Kemerdekaan setiap individu dalam melakukan sesuatu, diharapkan tak mengganggu apalagi mencederai hak-hak orang lain. Kemerdekaan justru harus berlandas pada tujuan untuk memuliakan manusia, bukan memperhinanya dengan beragam cara,” katanya.

Baca: Suluk Maleman Nilai Pandemi Jadi Cermin Sistem di Masyarakat

Menurutnya, salah satu hal yang justru perlu diperhatikan adalah apakah kemerdekaan digunakan untuk menzalimi orang lain atau tidak? Ini menjadi sangat penting, karena menurut Al Qur’an, pencederaan apalagi penzaliman pada sesama manusia adalah jenis dosa yang tak termaafkan bahkan oleh Allah sekali pun.

Konsep hak-hak sesama manusia atau dalam tradisi Islam dikenal sebagai hak-hak adami ini pun harus dipahami secara berjenjang. Mulai dari level horisontal, baik personal mau pun sosial; mau pun level vertikal yang berkait dengan dimensi kuasa, antara yang memimpin dan yang dipimpin, antara negara dengan rakyat dan seterusnya.

“Nah, kalau secara horisontal dan personal, orang per orang saja pelanggaran dan pencederaan hak adami adalah persoalan yang dianggap serius oleh Allah; maka tak terbayang tingkat keseriusannya bila ini terjadi secara vertikal, dengan melibatkan lembaga dan kuasa, yang jangkauan pelanggaran dan pencederaan otomatis bersifat massif, melibatkan hampir semua orang yang ada di dalam wilayah kuasanya,” tegas Anis.

Baca: Suluk Maleman "MEMINTAL RAHMAT"

“Maka dari itu kini saatnya kita harus berani introspeksi dan mengevaluasi, mampukah kemerdekaan kita selenggarakan tanpa melanggar dan mencederai hak orang lain, hak rakyat, hak bangsa?,” tanyanya.

Sementara Prof. Dr. Saratri Wilonoyudho, guru besar dari Unnes, yang juga hadir sebagai pembicara menyayangkan di era kemerdekaan saat ini justru banyak peninggalan leluhur yang semakin menghilang. Tidak hanya kekayaan alam, tapi juga kesenian, teknologi, bahasa maupun berbagai kekayaan luhur lainnya.

”Padahal itu modal kekuatan bangsa ini. Kekayaan alam sudah semakin tergerus lantaran kerakusan para koruptor,” terangnya.

Dalam hal teknologi misalnya, Indonesia memiliki sistem persenjataan yang kuat seperti keris yang terbuat dari puluhan lapis, kapal yang banyak diakui terbaik di masanya.”Kita juga punya obat-obatan herbal. Namun karena itu tidak ada di barat, seolah-olah obat herbal dianggap tidak berkhasiat. Borobudur juga, itu juga menunjukkan betapa hebatnya leluhur kita di zaman dulu,” tambahnya.Persoalan dunia pendidikan pun saat ini dinilai kian merosot. Pendidikan banyak dikomersialisasi dan hanya mengejar ranking serta demi kebutuhan pekerjaan belaka.”Padahal nenek moyang kita dulu benar-benar luar biasa dalam mencari ilmu. Tapi sekarang ini banyak yang hanya mengejar gelar bukan ilmu. Inilah yang menyebabkan derajat kita tak pernah naik, dan tentu saja ini memperlemah posisi kita sebagai sebuah bangsa,” tambahnya.Baca: Suluk Maleman Spesial 1 Dekade TV9Sementara itu, Dr Abdul Jalil, dosen IAIN Kudus, mengingatkan kata merdeka memiliki makna yang begitu baik. Merdeka jika diserap dari bahasa Sansekerta maka berasal dari kata Maha Ardika. Dimana ada empat poin kunci yakni pengetahuan, kebijakan, kekuatan dan kekayaan.”Empat hal itu sendiri sebenarnya telah ada di Pancasila. Kalau kita pakai kata kemerdekaan dalam pengertian tersebut, sebenarnya kita bisa mengatakan bahwa bangsa yang merdeka adalah bangsa yang cerdas, bijak, punya kekuatan dan sejahtera,” katanya.”Bila empat parameter tersebut tak ada, maka kita tidak atau belum bisa menyebut bangsa tersebut sebagai bangsa yang merdeka. Nah, berdasar parameter tersebut, mestinya kita masing-masing bisa membuat penilaian: sudahkah kita mencapai kemerdekaan?”ungkapnya.Baca: Ngaji Suluk Maleman Ajak Masyarakat Jaga PersatuanMenggaris-bawahi pendapat tersebut, Drs. Ilyas Arifin, dosen Unnes, mengatakan bahwa kondisi kita, hampir seperti banyak kondisi negara yang dikategorikan berkembang, kemerdekaan justru sering ditandai dengan mengerucutnya kekuatan dan kekayaan pada kelompok kecil pihak yang berkuasa; dengan meninggalkan yang lain di samudra ketidak-berdayaan dan kemiskinan.”Dari semua itu, yang paling mengenaskan adalah kenyataan bahwa yang selalu tersingkir dan hampir selalu menjadi korban pertamanya adalah pengetahuan dan kebijakan, dan orang-orang yang setia terhadapnya,” demikian tegasnya.Untuk  menurunkan tensi dialog yang terkesan serius ini, di sela-sela dialog jamaah yang hadir malam itu dihibur dan diajak bergembira dengan tampilan Sampak GusUran dan lagu-lagunya. Editor: Cholis Anwar

Baca Juga

Komentar