Rabu, 19 November 2025


Pertama, surga sebagaimana dialami Nabi Adam. Kedua, surga sebagai kondisi yang pasti dialami semua manusia dalam pertumbuhannya. Ketiga, surga sebagai kondisi yang terus terikut dalam kehidupan manusia.

Penggagas Ngaji NgAllah Suluk Maleman Anis Sholeh Ba’asyin menjelaskan, sejak awal lokasi atau tempat keberadaan Adam memang di bumi. Karena, ia ditugaskan sebagai khalifah di sana.

Dalam kaitan ini, artinya surga tidak merujuk ke tempat tapi lebih ke situasi. Di mana, dalam situasi itu, semua kebutuhannya serba terlayani.

’’Meski terbuka kemungkinan tafsir lain. Namun, ini adalah salah satu tafsir yang paling dekat dengan pemahaman kita saat ini,’’ lanjut Anis.

Baca: Suluk Maleman: Meneropong Letak Kekuatan Sebuah Bangsa

Menurutnya, jika menggunakan pemahaman itu, maka surga adalah tersedianya semua fasilitas dan terpenuhinya semua kebutuhan manusia.

’’Nah, kalau kita pakai pemahaman ini, artinya dikeluarkannya atau diturunkannya Adam dari surga tidak otomatis berarti dicabutnya keseluruhan fasilitas dan pemenuhan kebutuhannya,’’ jelas Anis.

Ia mencontohkan, banyaknya otot tak sadar yang otomatis bekerja tanpa harus ada perintah dari manusia. Dia juga menyebut banyaknya ayat Al Qur’an tentang fasilitas yang tetap ada bersama Adam setelah ia keluar dari surga.

’’Artinya sebagian besar situasi surga tetap melekat pada Adam saat ia keluar dari surga,’’ imbuhnya.

Anis menjelaskan, pada dasarnya setiap manusia mengalami proses sebagaimana yang dialami Adam. Ketika bayi, balita sampai setidaknya sebelum akil baligh, adalah surga yang dialami semua manusia.
Anis menjelaskan, pada dasarnya setiap manusia mengalami proses sebagaimana yang dialami Adam. Ketika bayi, balita sampai setidaknya sebelum akil baligh, adalah surga yang dialami semua manusia.Saat itu, semua kebutuhan manusia sudah ada yang menyediakan. Sementara, ia belum dianggap bertanggung jawab terhadap tindakannya.’’Persoalan kita selanjutnya adalah, bagaimana mengelola sebagian besar fasilitas surga yang tetap melekat untuk meraih sebaik-baik kehidupan di dunia, dan bisa mengantar kita ke surga. Di mana, kita kembali bukan hanya ke surga tapi ke pemilik surga, yakni Allah itu sendiri,’’ jelas Anis.Dengan begitu, lanjut Anis, manusia bukan saja harus sadar mengelola jasad yang merupakan surga yang dititipkan. Caranya dengan menjaga pola hidup. Selain itu, siapa pun juga harus menjaga fasilitas-fasilitas surga lainnya, seperti ruh, akal, hati, dan nafsu agar selaras dengan tujuan keberadaan kita.Menurutnya, setiap insan sering menelantarkan surga yang tetap melekat itu demi tujuan-tujuan jangka pendek dan tidak jelas. Bahkan, kadang tanpa tujuan kecuali demi kesenangan sesaat.Baca: Suluk Maleman: Maulid Momentum Meneladani RasulullahLebih lagi, di Indonesia, surga itu tampaknya bukan hanya melekat pada masing-masing masyarakatnya. Tapi juga masih melekat pada kondisi alam yang ada di sekitar.’’Menelantarkan saja sudah bisa dianggap dosa, apalagi merusaknya. Kalau surga ini lantas jadi neraka? Maka jelas itu salah kita semua, karena tak pernah serius mengelolanya dan hanya tahu mengambil keuntungan sesaat darinya,’’ pungkas Anis. Penulis: Zulkifli FahmiEditor: Zulkifli Fahmi

Baca Juga

Komentar