Menengok Hebatnya Pengukir-pengukir Cantik Asal Desa Petekeyan Jepara

Padhang Pranoto
Selasa, 3 Oktober 2017 17:53:30


Murianews, Jepara - Pengukir kayu di Desa Petekeyan, Kecamatan Tahunan, Jepara didominasi oleh kaum perempuan. Sebanyak 60 persen dari total 38.000 Kepala Keluarga (KK) di desa itu kaum hawa.
"Di sini jumlah pengukir perempuan ada 60 persen. Sedangkan yang lelaki adalah tukang kayunya," ujar Musodiq Ketua Kampung Sembada Ukir Petekeyan, Selasa (3/10/2017) sore.
Menurutnya, sebagian besar keterampilan mengukir diperoleh secara turun temurun. "Ibaratnya, dengan melihat saja perempuan di sini (Desa Petekeyan) bisa menjadi pengukir kayu," tambahnya.
Jika ukir-ukiran yang dikerjakan lumayan besar uang ratusan ribu bisa dikantongi oleh pengukir perempuan.
"Kalau pengukir perempuan bisa menyelesaikan satu set kursi, mereka bisa mengantongi Rp 100.000 per hari," papar Sodiq.
Namun demikian, kualitas ukiran perempuan masih kurang halus jika dibandingkan karya laki-laki. Hal itu berpengaruh pada honor yang mereka terima untuk setiap set perabotan.
"Kalau perempuan biasanya pengerjaannya kurang halus. Sehingga berpengaruh pada honornya. Kalau perempuan biasanya Rp 100.000 kalau laki-laki biasanya dibayar Rp 150.000," tambahnya.
Hal itu dibenarkan oleh seorang pengukir perempuan Isfatul (27). Menurutnya, ia bisa mengukir sejak bersekolah di SMP. Namun karena kesibukannya bersekolah kemudian menikah dan mengurus anak, ketrampilan itu akhirnya harus terpendam hingga kini.
"Baru dua bulan ini saya menekuni ketrampilan mengukir. Ini sebagai sambilan saja sembari mengurus anak," katanya.
Hal serupa diungkapkan oleh Listyowati (32). Ia mengaku saat ini menekuni mengukir sejak dua bulan terakhir.
"Ya saya punya usaha toko kecil-kecilan, jadi saya di rumah sambil iseng-iseng mengukir," urainya.
Untuk setiap hiasan ukiran kayu ukuran kecil yang selesai diukir, kedua perajin itu mendapatkan upah Rp 1000. Sementara bila kayunya agak besar diupah Rp 1. 500.
Dalam sehari, ia bisa mengerjakan rerata 12 ukir-ukiran yang kemudian disetor kepada pengepul.
Editor: Supriyadi
"Di sini jumlah pengukir perempuan ada 60 persen. Sedangkan yang lelaki adalah tukang kayunya," ujar Musodiq Ketua Kampung Sembada Ukir Petekeyan, Selasa (3/10/2017) sore.
Menurutnya, sebagian besar keterampilan mengukir diperoleh secara turun temurun. "Ibaratnya, dengan melihat saja perempuan di sini (Desa Petekeyan) bisa menjadi pengukir kayu," tambahnya.
Jika ukir-ukiran yang dikerjakan lumayan besar uang ratusan ribu bisa dikantongi oleh pengukir perempuan.
"Kalau pengukir perempuan bisa menyelesaikan satu set kursi, mereka bisa mengantongi Rp 100.000 per hari," papar Sodiq.
Namun demikian, kualitas ukiran perempuan masih kurang halus jika dibandingkan karya laki-laki. Hal itu berpengaruh pada honor yang mereka terima untuk setiap set perabotan.
"Kalau perempuan biasanya pengerjaannya kurang halus. Sehingga berpengaruh pada honornya. Kalau perempuan biasanya Rp 100.000 kalau laki-laki biasanya dibayar Rp 150.000," tambahnya.
Hal itu dibenarkan oleh seorang pengukir perempuan Isfatul (27). Menurutnya, ia bisa mengukir sejak bersekolah di SMP. Namun karena kesibukannya bersekolah kemudian menikah dan mengurus anak, ketrampilan itu akhirnya harus terpendam hingga kini.
"Baru dua bulan ini saya menekuni ketrampilan mengukir. Ini sebagai sambilan saja sembari mengurus anak," katanya.
Hal serupa diungkapkan oleh Listyowati (32). Ia mengaku saat ini menekuni mengukir sejak dua bulan terakhir.
"Ya saya punya usaha toko kecil-kecilan, jadi saya di rumah sambil iseng-iseng mengukir," urainya.
Untuk setiap hiasan ukiran kayu ukuran kecil yang selesai diukir, kedua perajin itu mendapatkan upah Rp 1000. Sementara bila kayunya agak besar diupah Rp 1. 500.
Dalam sehari, ia bisa mengerjakan rerata 12 ukir-ukiran yang kemudian disetor kepada pengepul.
Editor: Supriyadi