Rabu, 19 November 2025


Ketua Asosiasi Perajin Kayu Jepara (APKJ) Margono menyebut, permasalahan terkait SVLK diantaranya besarnya biaya untuk mendapatkan dokumen V-Legal untuk produk kayu. Di samping itu ia melihat belum ada manfaat secara langsung ketika perajin memiliki dokumen tersebut.  

"Harusnya Sistem VLK tidak memberatkan. Selain itu dengan sistem ini seharusnya dapat memberikan nilai lebih," katanya, dalam forum yang diinisiasi oleh Center for International Forestry Research (CIFOR), Rabu (4/10/2017). 

Hal serupa diungkapkan oleh Wakil Ketua APKJ Ahmad Zaenudin. Menurutnya penerapan sistem itu belum dapat direalisasikan kepada semua perajin. Ia mengusulkan, agar dalam aplikasinya cukup diwakilkan oleh satu pihak, semisal Pemkab Jepara untuk seluruh pengusaha.

"Bagaimana bila legalitasnya diwakili oleh Pemkab Jepara, sehingga bisa menjamin semua produk mebel di Jepara itu legal. Hal itu karena, semua proses produksi yang dilakukan oleh perajin legal semuanya. Dari mulai kita beli kayu sudah ada nota pembayaran, maka produknya pun otomatis legal," tegasnya. 
Menanggapi hal itu Kepala Sub Direktorat Informasi Verifikasi Legalitas Kayu Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Mariana Lubis, akan melakukan kajian terlebih dahulu. Ia menyepakati, jika aturan terkait SVLK perlu dilakukan penyesuaian sesuai kondisi lapangan. "Saat ini kita kaji terus dengan penyesuaian dengan temuan di lapangan. Sehingga aturan tersebut bisa diterapkan. Kita lihat aturan mana yang akan bisa disesuaikan. Jika terkait kebijakan Uni Eropa, akan kita bicarakan dengan mereka atau cukup di internal kami," janjinya. Mariana menyebut, dengan SVLK produk meubel Indonesia bisa melenggang bebas masuk ke Uni Eropa. Adapun di Asia baru Indonesia yang memunyai sistem legalitas tersebut. Editor: Supriyadi

Baca Juga

Komentar

Terpopuler