Minggu, 1 Oktober 2023

Asyiknya Nunggu "Dul" Sambil Nonton Wayang Kulit di Pinggir Bendungan di Grobogan

Saiful Anwar
Jumat, 8 April 2022 09:34:36
Ki Hardono sang dalang memainkan wayang diiringi gamelan di pinggir sungai dekat bendungan Sedadi, Kecamatan Penawangan, Grobogan, Kamis (7/4/2022) sore. (MURIANEWS/Saiful Anwar)
[caption id="attachment_283316" align="alignleft" width="1448"]Asyiknya Nunggu "Dul" Sambil Nonton Wayang Kulit di Pinggir Bendungan di Grobogan Pentas wayang kulit yang dimainkan Ki Hardono di pinggir sungai dekat bendungan Sedadi, Kecamatan Penawangan, Grobogan, Kamis (7/4/2022) sore. (MURIANEWS/Saiful Anwar)[/caption]

MURIANEWS, Grobogan – Banyak cara dilakukan masyarakat saat menunggu "dul" azan magrib atau ngabuburit. Namun, yang dilakukan Forum Komunikasi Pegiat Seni (Forkapi) Grobogan ini berbeda.

Mereka menggelar pentas Wayang kulit di pinggir Bendungan Sedadi, Desa Sedadi, Kecamatan Penawangan, Kabupaten Grobogan, Kamis (7/4/2022). Pentas pun digelar dengan sangat amat berbeda dari pagelaran wayang kulit biasanya.

Selain digelar sore hari menjelang azan magrib, pagelaran wayang kulit itu dilakukan tanpa tenda. Kain putih atau geber wayang kulit yang biasa jadi panggung dalang memainkan lakonnya pun tak ada.

Baca juga: Ngabuburit Asyik di Kampung Ramadan Gondosari Kudus

Hanya alas tikar yang jadi panggung pentas si dalang. Kain putih itu pun diganti dengan banner dengan pesan "Ayo Nanggap Wayang".

Pentas sederhana ini pun langsung menjadi perhatian masyarakat setempat maupun pengendara yang kebetulan lewat. Anak-anak hingga orang dewasa tampak antusias menonton pertunjukan wayang di bawah pohon ringin tua itu.

Ketua Forkapi Grobogan sekaligus dalang dalam pementasan tersebut Ki Hardono menerangkan, pentas sederhana itu dimaksudkan edukasi kepada generasi muda tentang masih eksisnya budaya wayang.

“Kami suguhkan wayang untuk mengenalkan kepada generasi muda. Ini budaya yang harus dipertahankan, karena orang-orang cenderung meninggalkan wayang. Anak-anak sudah tidak tahu wayang itu apa, maka kami kenalkan itu,” terang dia.

Lakon yang dipilih dalam pentas ini yakni “Pandu Suwargo”. Lakon ini menceritakan baktinya seorang anak kepada orangtua. Bahwasanya, anak merupakan orang yang doanya paling makbul kepada orangtuanya yang sudah meninggal.

“Sesuai dengan agama, anak itu orang yang doanya paling diterima di sisi Allah SWT kepada orangtua yang sudah meninggal,” tambahnya.

Dipilihnya tempat di pinggir sungai, yakni menyimbolkan bahwa kebaikan yang dipentaskan itu bisa mengalir terus. Wayang diharapkan bisa terus eksis hingga akhir zaman.

Dalam pentas itu, Ki Hardono sebagai dalang sempat menyelipkan kalimat wayang bukanlah sesuatu yang haram. Bahkan di dalam pentas wayang sering diselipkan hikmah atau edukasi tentang akhlak yang baik.

“Wayang tidak haram, wayang budaya yang harus kita lestarikan. Wayang memberikan edukasi petunjuk hidup sehari-hari seperti yang dilakukan Sunan Kalijaga,” kata Ki Hardono dalam pentas.

 

Reporter: Saiful Anwar
Editor: Zulkifli Fahmi

Komentar