Batik Bakaran Khas Pati, Ternyata Ada Kisah di Baliknya
Umar Hanafi
Sabtu, 19 Februari 2022 17:43:53
MURIANEWS, Pati – Batik merupakan karya seni nusantara yang telah mendunia. Hampir di setiap daerah, khususnya di Jawa memiliki batik yang khas. Tak terkecuali di Kabupaten
Pati.
Nama batik di Kabupaten Pati, yakni batik bakaran. Batik tersebut memiliki keunikan tersendiri. Di balik motif-motifnya, ada kisah yang terjadi sejak zaman Majapahit.
Mahakarya batik tulis ini berasal dari pesisik utara Pulau Jawa, tepatnya di Desa Bakaran, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati.
Baca juga: Legenda Batik Bakaran Pati yang Kini jadi Warisan Budaya NasionalBerdasarkan penuturan pengusaha batik setempat, Bukhari Wirso Satmoko (69), Batik Bakaran sudah ada sejak zaman Majapahit, yakni sekitar abad ke 14 masehi.
Bukhori menjelaskan, batik ini diperkenalkan Nyi Danowati dari kerajaan Majapahit.”Namun dia meminjam 'silih' nama menjadi Nyai Ageng Siti Sabirah,” ujar Bukhari.
Nyai Sabirah, kata Bukhori, melarikan diri ke Juwana karena tidak mau mengubah keyakinan yang sudah dianutnya, yakni beragama Islam. Nyai Sabirah pun dikejar prajurit Majapahit.
Agar para prajurit terkecoh dan tidak mengetahui tempat persembunyiannya, dia tinggal di masjid tanpa mihrab di Desa Bakaran Wetan. Di desa itulah Nyai Sabirah memperkenalkan batik tulis yang sekarang diberi nama Batik Bakaran.
Batik tulis ini bertahan hingga kini dan telah digunakan berbagai pejabat negara dan menjadi seragam aparatur sipil negera (ASN) di Kabupaten Pati.
Batik ini mampu menarik perhatian para pecinta batik, karena memiliki motif yang khas dan berbeda dengan batik yang lain.
Bukhori mengungkapkan, beberapa motif batik yang diperkenalkan Nyai Sabirah adalah Sekar Jagad, Magel Ati, Padas Gempal dan Limaran.
Bukhori mengungkapkan, beberapa motif batik yang diperkenalkan Nyai Sabirah adalah Sekar Jagad, Magel Ati, Padas Gempal dan Limaran.Selain itu, ada satu motif batik yang khusus dibuat Nyi Sabirah untuk pasangannya. Motif itu adalah Gandrung.“Motif ini dibuat karena pasangan Nyai Sabirah yang bernama Joko Suyono atau Joko Pekuwon dari Majapahit menemui dan mengajak Nyai Sabirah menikah,” ujarnya.“Tetapi Nyai Sabirah tidak percaya dan menganggap bahwa pasangannya itu sudah memiliki kekasih di Kerajaan Majapahit,” ungkap BukhoriTidak terima ditolak Nyai Sabirah, lanjut Bukhori, Joko Pekuwon berusaha meyakinkan Nyai Sabirah. Nyai Sabirah pun memberi kesempatan untuk membuktikan bahwa dia tidak berbohong."Dia meminta syarat kepada Joko Pekuwon agar membuatkan sembilan sumur dalam satu malam, dan dia menyanggupi syarat yang diberikan," kata dia.Jadilah sembilan sumur, tutur Bukhori, namun Nyai Sabirah curiga dengan satu sumur. Nyai menduga sumur itu bukan buatkan kekasihnya tetapi sumur Nyai Sabirah yang biasa digunakan untuk membuat batik.”Mereka beradu mulut hingga Nyai Sabirah mengatakan 'jika benar kamu yang membuat sumur itu maka minumlah air sumur itu, jika tidak terjadi apa-apa maka kamu tidak berbohong dan sebaliknya, ternyata dia terbukti berbohong,” ungkap dia.Gandrung sendiri memiliki arti tembung kasamaran cinta. Kisah inilah yang menginspirasi adanya motif gandrung. Reporter: Umar HanafiEditor: Zulkifli Fahmi
[caption id="attachment_273488" align="alignleft" width="1280"]

Batik Bakaran Pati. (MURIANEWS/Istimewa)[/caption]
MURIANEWS, Pati – Batik merupakan karya seni nusantara yang telah mendunia. Hampir di setiap daerah, khususnya di Jawa memiliki batik yang khas. Tak terkecuali di Kabupaten
Pati.
Nama batik di Kabupaten Pati, yakni batik bakaran. Batik tersebut memiliki keunikan tersendiri. Di balik motif-motifnya, ada kisah yang terjadi sejak zaman Majapahit.
Mahakarya batik tulis ini berasal dari pesisik utara Pulau Jawa, tepatnya di Desa Bakaran, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati.
Baca juga: Legenda Batik Bakaran Pati yang Kini jadi Warisan Budaya Nasional
Berdasarkan penuturan pengusaha batik setempat, Bukhari Wirso Satmoko (69), Batik Bakaran sudah ada sejak zaman Majapahit, yakni sekitar abad ke 14 masehi.
Bukhori menjelaskan, batik ini diperkenalkan Nyi Danowati dari kerajaan Majapahit.”Namun dia meminjam 'silih' nama menjadi Nyai Ageng Siti Sabirah,” ujar Bukhari.
Nyai Sabirah, kata Bukhori, melarikan diri ke Juwana karena tidak mau mengubah keyakinan yang sudah dianutnya, yakni beragama Islam. Nyai Sabirah pun dikejar prajurit Majapahit.
Agar para prajurit terkecoh dan tidak mengetahui tempat persembunyiannya, dia tinggal di masjid tanpa mihrab di Desa Bakaran Wetan. Di desa itulah Nyai Sabirah memperkenalkan batik tulis yang sekarang diberi nama Batik Bakaran.
Batik tulis ini bertahan hingga kini dan telah digunakan berbagai pejabat negara dan menjadi seragam aparatur sipil negera (ASN) di Kabupaten Pati.
Batik ini mampu menarik perhatian para pecinta batik, karena memiliki motif yang khas dan berbeda dengan batik yang lain.
Bukhori mengungkapkan, beberapa motif batik yang diperkenalkan Nyai Sabirah adalah Sekar Jagad, Magel Ati, Padas Gempal dan Limaran.
Selain itu, ada satu motif batik yang khusus dibuat Nyi Sabirah untuk pasangannya. Motif itu adalah Gandrung.
“Motif ini dibuat karena pasangan Nyai Sabirah yang bernama Joko Suyono atau Joko Pekuwon dari Majapahit menemui dan mengajak Nyai Sabirah menikah,” ujarnya.
“Tetapi Nyai Sabirah tidak percaya dan menganggap bahwa pasangannya itu sudah memiliki kekasih di Kerajaan Majapahit,” ungkap Bukhori
Tidak terima ditolak Nyai Sabirah, lanjut Bukhori, Joko Pekuwon berusaha meyakinkan Nyai Sabirah. Nyai Sabirah pun memberi kesempatan untuk membuktikan bahwa dia tidak berbohong.
"Dia meminta syarat kepada Joko Pekuwon agar membuatkan sembilan sumur dalam satu malam, dan dia menyanggupi syarat yang diberikan," kata dia.
Jadilah sembilan sumur, tutur Bukhori, namun Nyai Sabirah curiga dengan satu sumur. Nyai menduga sumur itu bukan buatkan kekasihnya tetapi sumur Nyai Sabirah yang biasa digunakan untuk membuat batik.
”Mereka beradu mulut hingga Nyai Sabirah mengatakan 'jika benar kamu yang membuat sumur itu maka minumlah air sumur itu, jika tidak terjadi apa-apa maka kamu tidak berbohong dan sebaliknya, ternyata dia terbukti berbohong,” ungkap dia.
Gandrung sendiri memiliki arti tembung kasamaran cinta. Kisah inilah yang menginspirasi adanya motif gandrung.
Reporter: Umar Hanafi
Editor: Zulkifli Fahmi