Mitos Pasar Pekaulan Pati, Jadi Tempat Orang Membayar Nazar
Umar Hanafi
Selasa, 30 Agustus 2022 17:18:29
MURIANEWS, Pati – Pasar Gerit atau dikenal dengan Pasar Pekaulan berada di Desa Gerit, Kecamatan Cluwak, Kabupaten Pati, Jawa Tengah.
Pasar Pekaulan berbeda dengan pasar pada umumnya. Pasar tradisional itu hanya buka pada Senin Pahing atau 36 hari sekali.
Mitos yang beredar di masyarakat, Pasar Pekaulan memiliki arti pasar untuk mengeluarkan kaul atau membayar nazar. Itu diungkapkan Kasi Kesejahteraan Desa Gerit, Sucipto, Selasa (30/8/2022).
”Ini terkenalnya Pasar Pekaulan, karena pengunjung ngeluarin (mengeluarkan) kaul. Punya nazar ke sini. Kalua sudah tercapai atau terkabul keinginannya, maka ke pasar ini (lagi),” ujar Sucipto.
Baca: Petilasan di Pasar Gerit Pati Ini Dipercaya Banyak Menuai BerkahDijelaskan, warga yang punya nazar atau keinginan akan membeli paket kembang dan midang lebih dulu. Setelah itu, ia diminta menuju tempat khusus di pojok pasar.
Nanti, di sana ada petugas yang menerima kembang dan memoleskan midang ke orang yang memiliki nazar tersebut.
”Ada pengunjung yang hanya jajan, ada pula nadzarnya diikrarkan ke bapak-bapak yang midang. Misalnya minta kesembuhan, atau keinginan lain yang ditujukan kepada Tuhan YME. Setelah berhasil mereka akan ke sini lagi, ada yang bawa ayam ingkung, menyembelih kambing, atau sapi di lokasi,” tutur dia.
Ia mengatakan Pasar Pekaulan berada di petilasan Mbah Duniyah. Disebutkannya, ia merupakan seorang wali Allah, murid Sunan Muria.Sucipto menjelaskan, dulu, Mbah Duni bersama Bupati Jepara Mbonjot istirahat dari perjalanan di lokasi tersebut. Rombongan itu, kemudian memakan jajanan bekal di antaranya kue cucur.Namun, saking banyaknya bekal yang dibawa, banyak pula yang tersisa. Kemudian, Mbah Duni berkata jika pada suatu saat nanti daerah tersebut menjadi pasar.”Mitosnya seperti itu, itu cerita turun temurun. Atap masih pakai ijuk karena orang-orang tua dulu tidak memperbolehkan diganti genteng,” ungkapnya.Sementara itu, salah satu pengunjung, Rukiyah, mengaku mendatangi Pasar Pekaulan untuk bernazar atas persoalan yang dihadapinya. Ia mengungkapkan sudah kali kedua mengunjungi pasar di tengah desa tersebut.”Alhamdulillah dulu berhasil, ini datang lagi untuk bernazar. Tadi juga beli jajanan, kue cucur dan minum wedang dawet,” tutur warga Dukuhseti ini. Reporter: Umar HanafiEditor: Zulkifli Fahmi
[caption id="attachment_312298" align="alignleft" width="650"]

Pengunjung memadati Pasar Pekaulan, Desa Gerit, Kecamatan Dukuhseti, Pati. (Murianews/Istimewa)[/caption]
MURIANEWS, Pati – Pasar Gerit atau dikenal dengan Pasar Pekaulan berada di Desa Gerit, Kecamatan Cluwak, Kabupaten Pati, Jawa Tengah.
Pasar Pekaulan berbeda dengan pasar pada umumnya. Pasar tradisional itu hanya buka pada Senin Pahing atau 36 hari sekali.
Mitos yang beredar di masyarakat, Pasar Pekaulan memiliki arti pasar untuk mengeluarkan kaul atau membayar nazar. Itu diungkapkan Kasi Kesejahteraan Desa Gerit, Sucipto, Selasa (30/8/2022).
”Ini terkenalnya Pasar Pekaulan, karena pengunjung ngeluarin (mengeluarkan) kaul. Punya nazar ke sini. Kalua sudah tercapai atau terkabul keinginannya, maka ke pasar ini (lagi),” ujar Sucipto.
Baca: Petilasan di Pasar Gerit Pati Ini Dipercaya Banyak Menuai Berkah
Dijelaskan, warga yang punya nazar atau keinginan akan membeli paket kembang dan midang lebih dulu. Setelah itu, ia diminta menuju tempat khusus di pojok pasar.
Nanti, di sana ada petugas yang menerima kembang dan memoleskan midang ke orang yang memiliki nazar tersebut.
”Ada pengunjung yang hanya jajan, ada pula nadzarnya diikrarkan ke bapak-bapak yang midang. Misalnya minta kesembuhan, atau keinginan lain yang ditujukan kepada Tuhan YME. Setelah berhasil mereka akan ke sini lagi, ada yang bawa ayam ingkung, menyembelih kambing, atau sapi di lokasi,” tutur dia.
Ia mengatakan Pasar Pekaulan berada di petilasan Mbah Duniyah. Disebutkannya, ia merupakan seorang wali Allah, murid Sunan Muria.
Sucipto menjelaskan, dulu, Mbah Duni bersama Bupati Jepara Mbonjot istirahat dari perjalanan di lokasi tersebut. Rombongan itu, kemudian memakan jajanan bekal di antaranya kue cucur.
Namun, saking banyaknya bekal yang dibawa, banyak pula yang tersisa. Kemudian, Mbah Duni berkata jika pada suatu saat nanti daerah tersebut menjadi pasar.
”Mitosnya seperti itu, itu cerita turun temurun. Atap masih pakai ijuk karena orang-orang tua dulu tidak memperbolehkan diganti genteng,” ungkapnya.
Sementara itu, salah satu pengunjung, Rukiyah, mengaku mendatangi Pasar Pekaulan untuk bernazar atas persoalan yang dihadapinya. Ia mengungkapkan sudah kali kedua mengunjungi pasar di tengah desa tersebut.
”Alhamdulillah dulu berhasil, ini datang lagi untuk bernazar. Tadi juga beli jajanan, kue cucur dan minum wedang dawet,” tutur warga Dukuhseti ini.
Reporter: Umar Hanafi
Editor: Zulkifli Fahmi