Kamis, 20 November 2025


MURIANEWS, Pati – Dampak pro kontra Partai Komunis Indonesia (PKI) dialami Handoyo Triatmojo. Bahkan hingga kini, stigma negatif PKI masih melekat pada dirinya.

Sejak lahir, warga Desa Jetak, Kecamatan Wedarijaksa, Kabupaten Pati itu sudah menghirup udara di balik jeruji. Sebab, ia dilahirkan di sana.

Ayah, ibu, kakek, dan sanak saudaranya dituduh sebagai simpatisan atau anggota PKI, dan dikait-kaitkan dengan partai atau organisasi haram itu. Mereka ditahan tanpa persidangan.

Saat sang ibu ditahan sebagai tahanan politik, saat itu Handoyo masih dalam kandungannya. Tak lama, ia pun lahir di dalam penjara itu.

”Saya dilahirkan di dalam tahanan (di Pati). Ayah ditembak, kakek, dan saudara semuanya ditahan. Saat saya bayi, hanya mendapatkan jatah air untuk mandi satu botol kecap,” ujarnya.

Baca: Hutan Regaloh Pati Diduga Jadi Saksi Pembantaian PKI

Ia ingat betul, lokasi penjara itu. Letak penjara itu berada di Pati Kota. Saat ini, penjara-penjara itu sudah berubah menjadi gedung-gedung instansi di Kabupaten Pati.

Handoyo mengatakan hidup di dalam tahanan bukanlah hal yang mudah. Terlebih usianya masih belia kala itu. Meskipun masih kecil, ia tak luput dari perintah bekerja kasar.

”Kadang diminta untuk menumbuk bata merah untuk dijadikan bahan bangunan. Dipekerjakan di tambang, hingga memproduksi dan mengangkut garam di area pertambakan. Macem-macem,” kata dia.
”Kadang diminta untuk menumbuk bata merah untuk dijadikan bahan bangunan. Dipekerjakan di tambang, hingga memproduksi dan mengangkut garam di area pertambakan. Macem-macem,” kata dia.Mantan Ketua Yayasan Peneliti Peristiwa (YPKP) 1965 Pati ini akhirnya bisa menghirup udara bebas saat menginjak usia lima tahun. Meskipun sudah bebas, hidupnya tak lepas dari tekanan.Stigma negatif terus menghantui dirinya dan kelurga besar. Bahkan hingga saat ini.Pria yang pernah jadi Kepala Desa Jetak itu pun tak pernah tahu kesalahan kedua orang tuanya, kakek, dan saudara-saudaranya.Yang ia tahu, ayahnya adalah seorang guru sekolah rakyat (SR) setingkat SD saat ini. Sedangkan ibunya bekerja sebagai bendahara desa (perangkat).Sementara kakeknya adalah kepala desa dan seorang pejuang kemerdekaan saat agresi militer Belanda I dan II.”Saya tidak pernah melihat wajah ayah saya, saya dirawat oleh ibu dan tahanan lain di dalam tahanan kala itu,” tuturnya. Reporter: Umar HanafiEditor: Zulkifli Fahmi

Baca Juga

Komentar

Terpopuler