Kamis, 20 November 2025


Kepala Pelaksana Harian (Kalakhar) BPBD Kabupaten Pati, Martinus Budi Prasetya menyoroti adanya peralihan kawasan hutan lindung jadi perhutanan sosial. Menurutnya, itu jadi biang kerok banjir.

Martinus berpendapat peralihan itu justru membuat kerusakan kawasan hutan. Menurutnya, fungsi hutan seharusnya ditanami pohon yang memiliki akar kuat dan penahan air.

Baca: Buruh di Pati Tolak Usulan UMK Jadi Rp 2.107.697

Dengan diganti menjadi tanaman produksi melalui program kehutanan sosial masyarakat, hutan justru ditanami dengan pohon yang akarnya tidak kuat menahan air.

’’Hutan sudah menjadi tanaman produksi. Dalam hal ini tanaman ketela atau tanaman satu musim. Yang mana akarnya tidak kuat menahan air,’’ ungkap dia.

Akibatnya, resapan air di daerah atas menjadi berkurang sehingga air hujan langsung menuju ke dataran rendah. Hanya sedikit air hujan yang diserap.

Dia menjelaskan, sebetulnya sudah aturan yang mengelola tentang pola tanaman dalam perhutanan sosial. Yakni 50 persen harus tanaman keras, 30 persen tanaman buah dan 20 persen tanaman semusim.Baca: Ini Penyebab Banjir Musiman Terjadi di Pati’’Dalam prakteknya, tidak ada lagi tanaman keras dan buah. Yang ada hanya tanaman semusim seperti jagung. Fakta di lapangan seperti itu, seperti di Tambakromo dan Sukolilo. Kerusakan Kendeng sangat berdampak bagi kehidupan masyarakat,’’ tutur dia.Sebagai tambahan informasi, Kawasan Pengelolaan Hutan (KPH) di Pati seluas 38.637,18 hektare. Dari luasan tersebut, hutan yang rehabilitasi 1.367,82 hektare. Sementara yang masuk dalam Kawasan Hutan dan Pengelolaan Khusus (KHDPK) atau usulan perhutanan sosial seluas 960,42 hektare. Reporter: Umar HanafiEditor: Zulkifli Fahmi

Baca Juga

Komentar

Terpopuler