Waspada Munculnya Burnout Syndrome karena Terlalu Lama Belajar Daring
Vega Ma'arijil Ula
Rabu, 18 Agustus 2021 15:03:46
MURIANEWS, Kudus – Pembelajaran daring sudah berlangsung selama setahun lebih, karena pandemi. Kondisi ini bisa menjadikan munculnya
burnout syndrome oleh siswa akibat kejenuhan.
Pembelajaran daring yang berlangsung setahun lebih itu tak ayal membuat siswa kesulitan mengikuti pembelajaran daring.
Bahkan diberitakan sebelumnya, ada celetukan dari siswa SD 2 Mlatir Lor bernama Hanafi Ainur Rohim yang ingin segera masuk sekolah, karena dia tidak memiliki kuota internet untuk mengikuti pembelajaran daring.
"Ingin cepat masuk sekolah. Kalau sekolah di rumah online enggak punya kuota," kata Hanafi saat mengikuti upacara HUT ke-76 RI di halaman GOR Wergu Wetan pada Selasa (17/8/2021) kemarin.
Celetukan Hanafi hanya secuil permasalahan yang dirasakan siswa di Kudus. Permasalahan ekonomi sehingga tidak dapat memiliki fasilitas penunjang pembelajaran online masih banyak dialami siswa lainnya.
Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kudus Dokter Ahmad Syaifuddin menjelaskan, pembelajaran daring yang terlalu lama memang bisa membuat siswa menjadi
burnout.
Burnout diartikan kelelahan yang dialami siswa akibat terlalu banyak tuntutan belajar.
Menurutnya,
burnout biasa terjadi ketika tugas yang diberikan terlalu banyak. Namun, waktu yang digunakan untuk menyelesaikan tugas-tugas tersebut terbatas.
"Kejenuhan atau rasa bosan bisa menyebabkan siswa mengalami
burnout. Belum lagi muncul ketika ada permasalahan kekurangan infrastruktur atau sinyal yang sulit juga menambah kesulitan siswa," katanya, Rabu (18/8/2021).
Menurutnya, mengikuti pembelajaran daring berbeda ketika dilakukan dengan pembelajaran tatap muka. Sebab, ketika tatap muka, siswa langsung dapat berinteraksi dengan guru maupun teman.
"Jangan sampai
burnout. Oleh karenanya bisa dicegah dengan cara pemberian tugas yang lebih menarik bagi siswa. Misalnya dikombinasikan dengan bermain. Supaya siswa tidak jenuh," ungkapnya.
"Jangan sampai
burnout. Oleh karenanya bisa dicegah dengan cara pemberian tugas yang lebih menarik bagi siswa. Misalnya dikombinasikan dengan bermain. Supaya siswa tidak jenuh," ungkapnya.Ie menyebut, ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mencegah
burnout. Menurutnya, peran orang tua bagi siswa selama mengikuti pembelajaran online sangat penting."Anak selama di rumah bisa didampingi untuk ikut mengerjakan tugas-tugas. Selain itu ketika tugas selesai ajak anak untuk bermain. Supaya anak tidak jenuh," pungkasnya.Sementara itu, Dokter Spesialis Jiwa RS Aisyiyah Kudus dr Retty SpKJ menjelaskan,
burnout merupakan istilah untuk menggambarkan kondisi stres berat. Menurutnya
burnout tidak boleh dibiarkan berlarut-berlarut dan perlu segera diatasi."Karena bisa memengaruhi kondisi fisik dan mental. Kalau bagi siswa biasanya terlalu banyak tugas. Tetapi tidak punya waktu bermain yang cukup," terangnya.Dokter Retty melanjutkan, ada beberapa solusi untuk mengatasi
burnout. Di antaranya mencari penyebabnya, mengatur ulang jadwal antara belajar dan bermain"Koordinasi juga dengan orang tua dan guru. Bisa juga dilakukan dengan cara memotivasi diri sendiri," imbuhnya. Reporter: Vega Ma'arijil UlaEditor: Ali Muntoha
[caption id="attachment_234408" align="alignleft" width="880"]

Salah seorang siswa di Kudus mengikuti upacara HUT ke-76 RI di halaman GOR Wergu Wetan, Selasa (17/8/2021). (MURIANEWS/Vega Ma’arijil Ula)[/caption]
MURIANEWS, Kudus – Pembelajaran daring sudah berlangsung selama setahun lebih, karena pandemi. Kondisi ini bisa menjadikan munculnya
burnout syndrome oleh siswa akibat kejenuhan.
Pembelajaran daring yang berlangsung setahun lebih itu tak ayal membuat siswa kesulitan mengikuti pembelajaran daring.
Bahkan diberitakan sebelumnya, ada celetukan dari siswa SD 2 Mlatir Lor bernama Hanafi Ainur Rohim yang ingin segera masuk sekolah, karena dia tidak memiliki kuota internet untuk mengikuti pembelajaran daring.
"Ingin cepat masuk sekolah. Kalau sekolah di rumah online enggak punya kuota," kata Hanafi saat mengikuti upacara HUT ke-76 RI di halaman GOR Wergu Wetan pada Selasa (17/8/2021) kemarin.
Celetukan Hanafi hanya secuil permasalahan yang dirasakan siswa di Kudus. Permasalahan ekonomi sehingga tidak dapat memiliki fasilitas penunjang pembelajaran online masih banyak dialami siswa lainnya.
Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kudus Dokter Ahmad Syaifuddin menjelaskan, pembelajaran daring yang terlalu lama memang bisa membuat siswa menjadi
burnout.
Burnout diartikan kelelahan yang dialami siswa akibat terlalu banyak tuntutan belajar.
Menurutnya,
burnout biasa terjadi ketika tugas yang diberikan terlalu banyak. Namun, waktu yang digunakan untuk menyelesaikan tugas-tugas tersebut terbatas.
"Kejenuhan atau rasa bosan bisa menyebabkan siswa mengalami
burnout. Belum lagi muncul ketika ada permasalahan kekurangan infrastruktur atau sinyal yang sulit juga menambah kesulitan siswa," katanya, Rabu (18/8/2021).
Menurutnya, mengikuti pembelajaran daring berbeda ketika dilakukan dengan pembelajaran tatap muka. Sebab, ketika tatap muka, siswa langsung dapat berinteraksi dengan guru maupun teman.
"Jangan sampai
burnout. Oleh karenanya bisa dicegah dengan cara pemberian tugas yang lebih menarik bagi siswa. Misalnya dikombinasikan dengan bermain. Supaya siswa tidak jenuh," ungkapnya.
Ie menyebut, ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mencegah
burnout. Menurutnya, peran orang tua bagi siswa selama mengikuti pembelajaran online sangat penting.
"Anak selama di rumah bisa didampingi untuk ikut mengerjakan tugas-tugas. Selain itu ketika tugas selesai ajak anak untuk bermain. Supaya anak tidak jenuh," pungkasnya.
Sementara itu, Dokter Spesialis Jiwa RS Aisyiyah Kudus dr Retty SpKJ menjelaskan,
burnout merupakan istilah untuk menggambarkan kondisi stres berat. Menurutnya
burnout tidak boleh dibiarkan berlarut-berlarut dan perlu segera diatasi.
"Karena bisa memengaruhi kondisi fisik dan mental. Kalau bagi siswa biasanya terlalu banyak tugas. Tetapi tidak punya waktu bermain yang cukup," terangnya.
Dokter Retty melanjutkan, ada beberapa solusi untuk mengatasi
burnout. Di antaranya mencari penyebabnya, mengatur ulang jadwal antara belajar dan bermain
"Koordinasi juga dengan orang tua dan guru. Bisa juga dilakukan dengan cara memotivasi diri sendiri," imbuhnya.
Reporter: Vega Ma'arijil Ula
Editor: Ali Muntoha