Belajar dari Tongtek, Kakek di Kudus Ini Piwai Bikin Angklung
Vega Ma'arijil Ula
Sabtu, 26 Februari 2022 12:25:52
MURIANEWS, Kudus - Kakek 69 tahun di Kabupaten Kudus, Suparlan dulunya merupakan perajin tongtek. Namun, kini lebih piawai dan senang memproduksi alat musik tradisional angklung.
Suparlan merupakan warga RT 06 RW 02 Desa Gondosari, Kecamatan Gebog, Kabupaten Kudus. Dia menceritakan, pada tahun 1980 hingga 1990 an di Kudus sering dilaksanakan kegiatan lomba keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas) di bidang ronda. Salah satu bentuk lombanya yakni pertunjukan musik tongtek.
"Awalnya saya itu perajin tongtek. Tongtek itu alat musik tradisional yang digunakan anak-anak untuk membangunkan orang sahur," katanya, Sabtu (26/2/2022).
Saat tongtek dilombakan, di tahun tersebut Kecamatan Gebog sering menjuarai kompetisi Kamtibmas. Bahkan bisa juara hingga tingkat Provinsi
Jateng.
"Karena kesenian musik yang ditampilkan saat itu tidak hanya tongtek saja. Tetapi ditambah dengan suara kentongan, gambang, bass, dan angklung," sambungnya.
Berawal dari situ, tongtek Gebog banyak dikenal oleh masyarakat Kudus. Alhasil, Suparlan mulai kebanjiran pesanan alat musik tongtek.
Baca: Kotekan, Tradisi Membangunkan Sahur yang Masih Bertahan di GroboganNamun, di era yang semakin modern ini dia jarang mendapatkan pesanan lagi. "Dulu itu saya jual satu set tongtek harganya Rp 350 ribu. Waktu pembuatannya 20 hari," ujarnya.
Suparlan juga belajar membuat angklung ke beberapa guru SMP 1 Gebog. Setiap sore hari dia selalu berlatih membuat alat musik tradisional itu. Butuh waktu dua tahun untuknya belajar membuat angklung.
"Setelah bisa membuat angklung, mulai ada pesanan. Kebanyakan yang pesan dari sekolah-sekolah. Karena digunakan untuk ekstrakurikuler," terangnya.Menurutnya, membuat angklung butuh kesabaran tinggi. Dia membutuhkan waktu enam bulan untuk menyelesaikannya.
Baca: UNESCO Tetapkan Gamelan sebagai Warisan Budaya Tak BendaHal itu mulai dari memilah bambu yang berumur tiga tahun hingga proses pengeringan yang tidak boleh terkena sinar matahari secara langsung. Serta butuh waktu untuk menyetting nada angklung dengan alat musik gitar dan pianika."Mencari bambu sesuai kriteria sekarang juga sulit. Ketersediaan bambu sekarang terbatas sekali. Pohon bambu kian langka. Jarang sekali saya menemukan bambu di wilayah ini," ungkapnya.Dari kesabaran dan ketekunanya itu, pesanan angklungnya saat ini digunakan oleh sejumlah sekolah di berbagai daerah. Seperti Kudus, Demak, Jepara, Pati, dan Rembang."Satu set besar angklung biasanya saya patok seharga Rp 5 juta. Kalau set sedang seharga Rp 3,5 juta. Untuk yang set kecil Rp 2 juta," pungkasnya. Reporter: Vega Ma'arijil UlaEditor: Ali Muntoha
[caption id="attachment_274882" align="alignleft" width="1280"]

Perajin angklung asal Kudus, Suparlan menunjukkan angklung buatannya. (MURIANEWS/Vega Ma'arijil Ula)[/caption]
MURIANEWS, Kudus - Kakek 69 tahun di Kabupaten Kudus, Suparlan dulunya merupakan perajin tongtek. Namun, kini lebih piawai dan senang memproduksi alat musik tradisional angklung.
Suparlan merupakan warga RT 06 RW 02 Desa Gondosari, Kecamatan Gebog, Kabupaten Kudus. Dia menceritakan, pada tahun 1980 hingga 1990 an di Kudus sering dilaksanakan kegiatan lomba keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas) di bidang ronda. Salah satu bentuk lombanya yakni pertunjukan musik tongtek.
"Awalnya saya itu perajin tongtek. Tongtek itu alat musik tradisional yang digunakan anak-anak untuk membangunkan orang sahur," katanya, Sabtu (26/2/2022).
Saat tongtek dilombakan, di tahun tersebut Kecamatan Gebog sering menjuarai kompetisi Kamtibmas. Bahkan bisa juara hingga tingkat Provinsi
Jateng.
"Karena kesenian musik yang ditampilkan saat itu tidak hanya tongtek saja. Tetapi ditambah dengan suara kentongan, gambang, bass, dan angklung," sambungnya.
Berawal dari situ, tongtek Gebog banyak dikenal oleh masyarakat Kudus. Alhasil, Suparlan mulai kebanjiran pesanan alat musik tongtek.
Baca: Kotekan, Tradisi Membangunkan Sahur yang Masih Bertahan di Grobogan
Namun, di era yang semakin modern ini dia jarang mendapatkan pesanan lagi. "Dulu itu saya jual satu set tongtek harganya Rp 350 ribu. Waktu pembuatannya 20 hari," ujarnya.
Suparlan juga belajar membuat angklung ke beberapa guru SMP 1 Gebog. Setiap sore hari dia selalu berlatih membuat alat musik tradisional itu. Butuh waktu dua tahun untuknya belajar membuat angklung.
"Setelah bisa membuat angklung, mulai ada pesanan. Kebanyakan yang pesan dari sekolah-sekolah. Karena digunakan untuk ekstrakurikuler," terangnya.
Menurutnya, membuat angklung butuh kesabaran tinggi. Dia membutuhkan waktu enam bulan untuk menyelesaikannya.
Baca: UNESCO Tetapkan Gamelan sebagai Warisan Budaya Tak Benda
Hal itu mulai dari memilah bambu yang berumur tiga tahun hingga proses pengeringan yang tidak boleh terkena sinar matahari secara langsung. Serta butuh waktu untuk menyetting nada angklung dengan alat musik gitar dan pianika.
"Mencari bambu sesuai kriteria sekarang juga sulit. Ketersediaan bambu sekarang terbatas sekali. Pohon bambu kian langka. Jarang sekali saya menemukan bambu di wilayah ini," ungkapnya.
Dari kesabaran dan ketekunanya itu, pesanan angklungnya saat ini digunakan oleh sejumlah sekolah di berbagai daerah. Seperti Kudus, Demak, Jepara, Pati, dan Rembang.
"Satu set besar angklung biasanya saya patok seharga Rp 5 juta. Kalau set sedang seharga Rp 3,5 juta. Untuk yang set kecil Rp 2 juta," pungkasnya.
Reporter: Vega Ma'arijil Ula
Editor: Ali Muntoha