Masyarakat di Kabupaten Kudus, masih melestarikan tradisi sego kepel saat mempunyai hajat dan sebagai penolak bala. Terutama warga di sekitar Masjid Wali Loram Kulon, di Kecamatan Jati.
Sego kepel ini biasa disajikan saat orang mempunyai hajat dan diserahkan kepada jemaah maupun pengurus Masjid Wali Loram.
, Moh Rosyid mengatakan penamaan sego kepel karena bentuknya yang kecil segenggam tangan.
"Biasanya diserahkan ke orang yang ada di Masjid Wali Loram Kulon. Entah itu marbot, jemaah, atau warga yang sedang ada di situ," katanya, Senin (7/3/2022).
Disebutkan jika tradisi sego kepel biasanya dilakukan oleh seseorang yang memiliki hajat. Seperti mencari kerja, syukuran kenaikan pangkat, anak sembuh dari penyakit, membangun rumah, lulus ujian semester, dan talak balak.
"Sebagai tolak bala dan juga pengharapan bagi yang punya hajat semoga dimudahkan," ujarnya.
Menurutnya, tradisi sego kepel perlu dilestarikan, karena tradisi sebenarnya mempunyai tujuan utama untuk bersedekah.Juru Pelihara Gapura Masjid Wali Loram Kulon, Afroh Amanuddin juga menyebut tradisi sego kepel sebagai bentuk sedekah. Tradisi tersebut dilakukan oleh warga Loram Kulon yang memiliki hajat."Isinya ikan pedo. Biasanya juga pakai tahu, tempe, telur sesuai kemampuan yang punya hajat," ujarnya.Afroh menambahkan, dulunya sego kepel dibungkus dengan daun Jati. Akan tetapi di era sekarang ini sego kepel dibungkus menggunakan daun pisang. "Sekarang ada yang membungkus menggunakan daun pisang," imbuhnya. Reporter: Vega Ma'arijil UlaEditor: Ali Muntoha
[caption id="attachment_276488" align="alignleft" width="1280"]

Sego kepel saat perayaan Ampyang Maulid di Masjid At-Taqwa atau yang lebih akrab dikenal sebagai Masjid Wali Loram Kulon tahun lalu. (MURIANEWS/Vega Ma'arijil Ula)[/caption]
MURIANEWS, Kudus - Masyarakat di Kabupaten Kudus, masih melestarikan tradisi sego kepel saat mempunyai hajat dan sebagai penolak bala. Terutama warga di sekitar Masjid Wali Loram Kulon, di Kecamatan Jati.
Sego kepel ini biasa disajikan saat orang mempunyai hajat dan diserahkan kepada jemaah maupun pengurus Masjid Wali Loram.
Pemerhati budaya dan sejarah dari IAIN
Kudus, Moh Rosyid mengatakan penamaan sego kepel karena bentuknya yang kecil segenggam tangan.
"Biasanya diserahkan ke orang yang ada di Masjid Wali Loram Kulon. Entah itu marbot, jemaah, atau warga yang sedang ada di situ," katanya, Senin (7/3/2022).
Disebutkan jika tradisi sego kepel biasanya dilakukan oleh seseorang yang memiliki hajat. Seperti mencari kerja, syukuran kenaikan pangkat, anak sembuh dari penyakit, membangun rumah, lulus ujian semester, dan talak balak.
"Sebagai tolak bala dan juga pengharapan bagi yang punya hajat semoga dimudahkan," ujarnya.
Baca: Penasaran, Ternyata Begini Awal Mula Munculnya Nasi Jangkrik
Menurutnya, tradisi sego kepel perlu dilestarikan, karena tradisi sebenarnya mempunyai tujuan utama untuk bersedekah.
Juru Pelihara Gapura Masjid Wali Loram Kulon, Afroh Amanuddin juga menyebut tradisi sego kepel sebagai bentuk sedekah. Tradisi tersebut dilakukan oleh warga Loram Kulon yang memiliki hajat.
"Isinya ikan pedo. Biasanya juga pakai tahu, tempe, telur sesuai kemampuan yang punya hajat," ujarnya.
Afroh menambahkan, dulunya sego kepel dibungkus dengan daun Jati. Akan tetapi di era sekarang ini sego kepel dibungkus menggunakan daun pisang. "Sekarang ada yang membungkus menggunakan daun pisang," imbuhnya.
Reporter: Vega Ma'arijil Ula
Editor: Ali Muntoha