Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kabupaten Kudus, Jawa Tengah Dokter Ahmad Syaifuddin mengatakan, sebenarnya pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2013 telah dijelaskan tentang hak dan kewajiban mahasiswa kedokteran. Termasuk bagi yang sedang menempuh Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS).
, dijelaskan pada Pasal 31 poin b juga dijelaskan, setiap mahasiswa kedokteran berhak memperoleh insentif di Rumah Sakit Pendidikan Wahana Pendidikan Kedokteran bagi Mahasiswa program dokter layanan primer, dokter spesialis-subspesialis, dan dokter gigi spesialis-subspesialis.
”Sebenarnya di undang-undang sudah ada perintah untuk digaji. Tetapi sejak 2013 pemerintah tidak menggaji," katanya, Jumat (16/12/2022).
Dokter Ahmad Syaifuddin tidak dapat menyalahkan kurangnya dokter spesialis di Indonesia. Sebab, biaya untuk pendidikan tergolong mahal.
Selain itu dirinya juga menjelaskan persoalan dokter spesialis yang enggan bekerja di pelosok. Menurutnya, hal itu tidak sepenuhnya kesalahan dokter spesialis yang tidak mau ditempatkan di pelosok.”Ibaratnya mereka kan sekolah biaya sendiri. Kemudian kalau mereka memilih bekerja di tempat yang tidak pelosok sebenarnya ya masuk akal. Karena di pelosok sarana alat kesehatan, obat-obatan juga masih minim. Sehingga kinerja dokter spesialis tidak maksimal," ujarnya.Meski demikian, pada prinsipnya Dokter Ahmad Syaifuddin mendukung kebijakan pemerintah selama hak dokter dipenuhi. Seperti adanya pembiayaan pendidikan, pemberian insentif, ketersediaan sarana dan prasarana alat kesehatan, dan penempatan dokter spesialis yang sesusi tupoksinya. Reporter: Vega Ma'arijil UlaEditor: Ali Muntoha
Murianews, Kudus – Indonesia saat ini kekurangan dokter spesialis. Mahalnya biaya pendidikan dan tidak adanya insentif disinyalir jadi salah satu penyebab.
Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kabupaten Kudus, Jawa Tengah Dokter Ahmad Syaifuddin mengatakan, sebenarnya pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2013 telah dijelaskan tentang hak dan kewajiban mahasiswa kedokteran. Termasuk bagi yang sedang menempuh Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS).
Dari data yang dihimpun
Murianews, dijelaskan pada Pasal 31 poin b juga dijelaskan, setiap mahasiswa kedokteran berhak memperoleh insentif di Rumah Sakit Pendidikan Wahana Pendidikan Kedokteran bagi Mahasiswa program dokter layanan primer, dokter spesialis-subspesialis, dan dokter gigi spesialis-subspesialis.
”Sebenarnya di undang-undang sudah ada perintah untuk digaji. Tetapi sejak 2013 pemerintah tidak menggaji," katanya, Jumat (16/12/2022).
Baca: Heboh Gaji Dokter Internship Perkotaan Hanya Rp 1,1 Juta Per Bulan
Dokter Ahmad Syaifuddin tidak dapat menyalahkan kurangnya dokter spesialis di Indonesia. Sebab, biaya untuk pendidikan tergolong mahal.
Selain itu dirinya juga menjelaskan persoalan dokter spesialis yang enggan bekerja di pelosok. Menurutnya, hal itu tidak sepenuhnya kesalahan dokter spesialis yang tidak mau ditempatkan di pelosok.
”Ibaratnya mereka kan sekolah biaya sendiri. Kemudian kalau mereka memilih bekerja di tempat yang tidak pelosok sebenarnya ya masuk akal. Karena di pelosok sarana alat kesehatan, obat-obatan juga masih minim. Sehingga kinerja dokter spesialis tidak maksimal," ujarnya.
Meski demikian, pada prinsipnya Dokter Ahmad Syaifuddin mendukung kebijakan pemerintah selama hak dokter dipenuhi. Seperti adanya pembiayaan pendidikan, pemberian insentif, ketersediaan sarana dan prasarana alat kesehatan, dan penempatan dokter spesialis yang sesusi tupoksinya.
Reporter: Vega Ma'arijil Ula
Editor: Ali Muntoha