Rabu, 19 November 2025


Di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, kini belum ada temuan ternak terpapar LSD. Kendati demikian, peternak diminta untuk mengetahui gejalanya.

Sebagai penjelasan, penyakit LSD merupakan penyakit kulit infeksius yang disebabkan Lumpy Skin Disease Virus (LSDV).

Kepala Bidang (Kabid) Peternakan Dispertan Kabupaten Kudus, Agus Setiawan mengatakan pihaknya saat ini terus memantau peternak sapi dan kerbau di Kudus. Di Kota Kretek setidaknya memiliki ribuan populasi sapi maupun kerbau.

”Di Kudus populasi sapi ada sekitar enam ribu ekor. Sedangkan populasi kerbau ada dua ribu ekor," katanya, Kamis (26/1/2023).

Agus melanjutkan, saat ini belum ada temuan sapi atau kerbau terkena LSD. Meski demikian, pihaknya meminta peternak untuk memahami gejala sapi terkena LSD. Karena daerah sekitar Kudus sudah mulai ada temuan.

"Selalu kami sosialisasikan ke masyarakat, salah satu tanda gejala sapi terkena LSD itu muncul nodul di bagian tubuh. Bentuknya seperti cacar," terangnya.

Data yang dihimpun Murianews dari buku rencana kontigensi LSD 2022 yang dikeluarkan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Republik Indonesia, selain munculnya nodul pada kulit gejala sapi terpapar LSD ditandai dengan gejala demam tinggi mencapai 41 derajat celsius.
Data yang dihimpun Murianews dari buku rencana kontigensi LSD 2022 yang dikeluarkan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Republik Indonesia, selain munculnya nodul pada kulit gejala sapi terpapar LSD ditandai dengan gejala demam tinggi mencapai 41 derajat celsius.Baca: Duh! Temuan LSD di Jateng Tembus 2.121 KasusSelain itu juga terjadi penurunan produksi susu yang signifikan dan mastitis sekunder, dan penurunan berat badan. Terjadi penurunan infertilitas pada ternak, sapi bunting bisa aborsi, dan kerusakan kulit permanen.Dispertan Kudus berencana melakukan vaksinasi LSD pada akhir Januari 2023. Sapi atau kerbau yang divaksin yakni memiliki kondisi sehat.”Kalau sapi atau kerbau yang sudah kena LSD harus dilakukan pengobatan, bukan lagi vaksin," imbuhnya. Reporter: Vega Ma'arijil UlaEditor: Ali Muntoha

Baca Juga

Komentar

Terpopuler