Tradisi Bulusan sendiri berdasarkan kisah tutur yang beredar tak lepas dari peran Sunan Muria. Saat itu Sunan Muria melihat seseorang yang masih bekerja di sawah pada malam hari.
Kemudian Sunan Muria berkelakar orang-orang tersebut mirip bulus karena malam hari masih bekerja. Kemudian, orang tersebut yang merupakan seorang santri berubah menjadi bulus atau kura-kura.
Yuli Astuti mengatakan, batik dengan motif tradisi Bulusan tersebut selesai dibuat di tahun ini. Prosesnya memakan waktu tiga bulan sejak Desember 2022 lalu.
”Saya sebelum membatik melakukan riset terlebih dahulu tentang cerita Bulusan di Desa Hadipolo," katanya, Jumat (31/3/2023).
Batik tersebut berukuran 2,7 meter x 1,05 meter. Warna dasar batik tersebut hitam.
, motok batik tersebut terdapat Pegunungan Muria dengan warna biru. Kemudian ada masjid yang diberi warna hijau.
Tampak juga terdapat beragam aktivitas masyarakat. Kemudian, di beberapa titik terdapat pohon gayam.Tak ketinggalan, ikon Bulusan yakni hewan bulus atau kura-kura juga dihadirkan oleh Yuli di dalam karyanya itu. Bulus tersebut bewarna cokelat.
Di samping hewan bulus itu terdapat dua orang memakai jubah bewarna putih. Keduanya merupakan sosok Sunan Muria bersama muridnya yang dalam folklor bernama Mbah Dudo.”Memang beberapa karya saya mengangkat tentang kearifan lokal di kawasan Muria. Salah satunya tentang cerita Bulusan ini," sambungnya.Yuli menyampaikan, sudah ada lima batik yang sudah terjual dengan warna batik yang berbeda-beda. Karyanya tersebut dipatok dengan harga Rp 3 juta hingga Rp 4 juta. ”Harganya segitu karena proses pembuatannya memang lama," imbuhnya. Editor: Ali Muntoha
Murianews, Kudus – Cerita rakyat tradisi Bulusan, Desa Hadipolo, Kecamatan Jekulo, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah dituangkan menjadi sebuah motif batik. Sosok yang mengangkat kisah rakyat ini yakni Yuli Astuti, aktivis batik Kudus dan juga pemilik galeri Muria Batik di Desa Karangmalang, Kecamatan Gebog, Kabupaten Kudus.
Tradisi Bulusan sendiri berdasarkan kisah tutur yang beredar tak lepas dari peran Sunan Muria. Saat itu Sunan Muria melihat seseorang yang masih bekerja di sawah pada malam hari.
Kemudian Sunan Muria berkelakar orang-orang tersebut mirip bulus karena malam hari masih bekerja. Kemudian, orang tersebut yang merupakan seorang santri berubah menjadi bulus atau kura-kura.
Yuli Astuti mengatakan, batik dengan motif tradisi Bulusan tersebut selesai dibuat di tahun ini. Prosesnya memakan waktu tiga bulan sejak Desember 2022 lalu.
”Saya sebelum membatik melakukan riset terlebih dahulu tentang cerita Bulusan di Desa Hadipolo," katanya, Jumat (31/3/2023).
Batik tersebut berukuran 2,7 meter x 1,05 meter. Warna dasar batik tersebut hitam.
Baca: Sarung Batik Khas Kudusan Ini Cocok untuk Lebaran
Pengamatan
Murianews.com, motok batik tersebut terdapat Pegunungan Muria dengan warna biru. Kemudian ada masjid yang diberi warna hijau.
Tampak juga terdapat beragam aktivitas masyarakat. Kemudian, di beberapa titik terdapat pohon gayam.
Tak ketinggalan, ikon Bulusan yakni hewan bulus atau kura-kura juga dihadirkan oleh Yuli di dalam karyanya itu. Bulus tersebut bewarna cokelat.
Baca: Dosen dari Filipina Grogi saat Diajari Membatik di Kudus
Di samping hewan bulus itu terdapat dua orang memakai jubah bewarna putih. Keduanya merupakan sosok Sunan Muria bersama muridnya yang dalam folklor bernama Mbah Dudo.
”Memang beberapa karya saya mengangkat tentang kearifan lokal di kawasan Muria. Salah satunya tentang cerita Bulusan ini," sambungnya.
Yuli menyampaikan, sudah ada lima batik yang sudah terjual dengan warna batik yang berbeda-beda. Karyanya tersebut dipatok dengan harga Rp 3 juta hingga Rp 4 juta. ”Harganya segitu karena proses pembuatannya memang lama," imbuhnya.
Editor: Ali Muntoha