Jumat, 21 November 2025


Bahkan sebagian besar pekerjannya pun dirumahkan, karena memang tak ada pesanan masuk sejak dua bulan terakhir.

Dari pantauan MURIANEWS di lapangan, tampak puluhan beduk yang terjejer dan ratusan alat rebana yang belum bertuan.

“Selain beduk, saya juga memproduksi alat musik yang biasa digunakan untuk rebana,” kata Sugiarto (40) pemilik usaha kerajinan beduk di Desa Kedungsari, Jumat (22/5/2020).

Menurutnya, sebelumnya ia mempekerjakan puluhan orang di tempat produksinya. Namun, karena kondisi sedang tidak memungkinkan dan tidak ada pesanan, terpaksa banyak yang harus dirumahkan.

“Tinggal enam pekerja saja yang kini masih bekerja. Saya sudah 20 tahun menekuni produksi kerajinan beduk ini, tapi baru kali ini sangat sepi,” ucapnya.

[caption id="attachment_188739" align="aligncenter" width="880"] Sejumlah beduk siap jual menumpuk di gudang produksi beduk Desa Kedungsari. (MURIANEWS/Yuda Auliya Rahman)[/caption]

Biasanya menjelang bulan Ramadan hingga Lebaran banyak pesanan beduk dan alat musik rebana yang masuk.

Tahun-tahun sebelumnya ia bisa mendapatkan 15-20 pesanan pada musim Lebaran. Namun sejak dua bulan terakhir inu, sudah tidak ada lagi pesanan yang masuk.

“Biasannya tidak ada barang menumpuk seperti ini jika menjelang Lebaran. Malah sampai antre satu hingga dua bulan,” terangnya.Sementara untuk harga jual beduk buatannya, berkisar antara Rp 12,5 juta hingga Rp 120 juta. Tergantung ukuran serta motif yang diminta.“Kalau beduk banyak yang memesan motif khusus, namun ada juga yang memilih motif yang sudah ada,” jelasnya.Sedangkan untuk satu paket alat musik rebana, ia jual dari harga Rp 2,5 juta hingga Rp 4 juta. Tergantung dengan kualitas bahan dan motif yang diminta.Sejauh ini, ia mampu menjual beduk dan alat musik rebanannya hingga ke seluruh daerah Indonesia.“Hampir seluruh Indonesia sudah pernah, tapi untuk ke luar negeri belum pernah,” pungkasnya. Reporter: Yuda Auliya RahmanEditor: Ali Muntoha

Baca Juga

Komentar

Terpopuler