Rabu, 19 November 2025


KATA ‘AL-QADAR’ diartikan juga ‘al-Syarf’ yang artinya mulia (kemuliaan dan kebesaran). Maksudnya Allah telah mengangkat kedudukan Nabi-Nya pada malam qadar itu dan memuliakannya dengan risalah dan mengangkatnya menjadi Rasul terakhir.

Mengenai hal ini diisyaratkan dalam surat al-Qadar, bahwa malam itu adalah malam yang mulia, malam diturunkannya Alquran sebagai kitab suci terakhir. Surat al-Qadar itu lengkapnya sebagai berikut:

اِنَّا اَنْزَلْنَهُ فِى لَيْلَةِ الْقَدْرِ. وَمَا اَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ. لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ اَلْفِ شَهْرٍ. تَنَزَّلُ الْمَلَئِكَةُ وَالرُّوْحُ فِيْهَا بِاِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ اَمْرٍ. سَلَامٌ هِىَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ


Artinya: Sesungguhnya Aku telah menurunkan Al-Qur'an pada lailatul qadar. Tahukah kamu apa itu lailatul qadar, Lailatul qadar adalah malam yang lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun para malaikat dan ruh qudus (malaikat Jibril) dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu penuh kesejahteraan sampai terbit fajar. (QS. Al-Qadar (97): 1-5

Dari ayat tersebut, maka jelaslah lailatul qadar adalah malam yang memiliki keistimewaannya sendiri dibanding dengan malam-malam yang yang lain. Apabila malam itu digunakan untuk ibadah kepada Allah SWT, maka akan mendapatkan pahala berlipat ganda satu berbanding seribu amal kebajikan (ibadah) yang dilakukan di selain lailatul qadar.

Sedangkan keagungan dan keistimewaan malam qadar pada dasarnya terletak dalam dua kemuliaan, yaitu turunnya Alquran dan turunnya para malaikat dalam jumlah yang besar, termasuk di dalamnya malaikat Jibril.

Para malaikat turun di malam itu dengan cahaya yang cemerlang, penuh kedamaian dan kesejahteraan. Kedatangan mereka untuk menyampaikan ucapan selamat kepada orang yang yang melaksanakan puasa Ramadan dan melaksanakan ibadah lainnya.

Kemuliaan turunnya Alquran, merupakan hari yang agung dan bersejarah, turunnya kitab suci itu merupakan titik awal dimulainya suatu kehidupan ‘dunia baru’ yang terlepas dari kesesatan dan kezaliman, menuju kebenaran yang hakiki.

Hikmah Lailatul Qadar

Momen yang didamba oleh seorang muslim adalah dipertemukan dengan lailatul qadar. Karenanya, sejumlah ibadah dilakukan umat Islam, termasuk i'tikaf di masjid khususnya di malam-malam akhir Ramadan.

Berdasarkan keterangan Alquran dan al-Sunnah, disebutkan bahwa di dalam bulan Ramadan terdapat satu malam yang nilainya lebih baik dari seribu bulan. Malam yang ditunggu-tunggu itu disebut Lailatul Qadar atau malam yang ditentukan.

Baca: Memaknai Ramadan dan Nuzulul Quran

Bila seorang muslim mengerjakan kebaikan-kebaikan di malam itu, maka nilainya lebih baik dari mengerjakan kebaikan selama seribu bulan atau sekitar 83 tahun atau 84 tahun.Malam indah yang lebih baik dari seribu bulan itu adalah malam yang penuh berkah, malam yang mulia dan memiliki keistimewaan-keistimewaan tersendiri.Syaikh Muhammad Abduh memaknai kata ‘al-Qadar’ dengan kata ‘takdir’. Ia berpendapat demikian, karena Allah pada malam itu mentakdirkan agama-Nya dan menetapkan khittah untuk Nabi-Nya, dalam menyeru umat manusia ke jalan yang benar.Khittah yang dijalani itu, sekaligus melepaskan umat manusia dari kerusakan dan kehancuran yang waktu itu sedang membelenggu mereka.Oleh karena peristiwa turunnya Lailatul Qadar bukan peristiwa yang bisa dipahami secara empiris (berdasarkan pengalaman) tetapi ia merupakan peristiwa transendental yang hanya bisa dinalar dengan nalar intuitif yang dibenarkan iman kita.Surat al-Qadar yang menginformasikan peristiwa turunnya Lailatul Qadar adalah tergolong ayat dhaniyyu al-dalalah, yang menghasilkan konklusi bersifat ijtihadi. Artinya peristiwa turunnya Lailatul Qadar bisa jadi benar seperti tradisi para santri sebagaimana yang pernah saya alami, tetapi bisa jadi hanya Allah SWT yang mengetahui dengan pasti kapan peristiwa turunnya Lailatul Qadar itu terjadi.Hikmah yang bisa dipetik dari pemahaman tersebut adalah bahwa informasi turunnya Lailatul Qadar pada Ramadan mampu mendorong kita semua kaum muslimin untuk bersungguh-sungguh dalam beribadah selama bulan Ramadan, tidak sekadar menjalankan puasa tetapi kita niatkan pada seluruh aktivitas selama bulan Ramadan sebagai ibadah.Statemen “mendudukkan seluruh aktivitas kita sebagai ibadah” ini mengandung konsekuensi tiadanya aktivitas yang bertentangan atau dilarang oleh norma agama.Jika pola ibadah tersebut mampu kita pertahankan selama bulan Ramadan hampir pasti kita akan memperoleh Lailatul Qadar, yang merupakan proses internalisasi yang kita lakukan selama bulan Ramadan dan apabila berhasil (menang) maka atsar (efek) yang diharapkan adalah pada bulan-bulan berikutnya menjadi terbiasa bersungguh-sungguh dalam beribadah dan sekaligus memposisikan seluruh aktivitas kita sebagai ibadah karena Allah semata. Reporter: Yuda Auliya RahmanEditor: Ali Muntoha

Baca Juga

Komentar

Terpopuler