Rabu, 19 November 2025


MURIANEWS, Kudus – Barongan Kudus yang saat ini sudah ditetapkan menjadi Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) masih lestari di Kudus. Barongan ini awalnya diciptakan sebagai sarana dakwah Islam.

Pertunjukkan barongan masih kerap terlihat di berbagai acara, seperti saat kirab yang digelar di berbagai desa atau sekolah, hingga dalam gebyar Pekan UMKM Kudus yang diinisiasi oleh PT Sukun Wartono Indonesia beberapa waktu lalu.

Lantas seperti apa Barongan Kudus dan perbedaan dengan barongan yang ada di daerah lain?

Barongan merupakan simbol si Raja Hutan yang besar, Singo Barong atau Macan Gembong. Kesenian barongan Kudus sudah ada sejak ratusan tahun lalu atau sekitar akhir abad XV pada zaman pemerintahan Majapahit dan zaman perkembangan Islam di Kudus.

”Barongan Kudus diciptakan Ki Gedhe Loram dibantu dan dilanjutkan oleh Ki Gedhe Getas untuk sarana dakwah dan hiburan rakyat," kata Bambang Widiharto, Subkoordinator Seksi Sentradasa pada Dinas Kebudaayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kudus, Kamis (6/10/2022).

Baca: Barongan, Jenang dan Buka Luwur Sunan Kudus Resmi jadi Warisan Budaya

Menurutnya, Barongan Kudus memliki sejumlah perbedaan yang khas dibanding dengan barongan-barongan dari daerah lain.

Misalnya, barongan yang ada di Kabupaten Blora yang hanya berbentuk kepala barong. Namun di Kudus bukan hanya kepala saja, melainkan hingga bagian ekor barongan.
Misalnya, barongan yang ada di Kabupaten Blora yang hanya berbentuk kepala barong. Namun di Kudus bukan hanya kepala saja, melainkan hingga bagian ekor barongan.”Pemain yang pegang Barongan Kudus dua orang. Bagian depan memegang kepala dan aktif melakukan gerak tarian dan gerak mulut," ujarnya.Baca: Barongan Kudus Jadi Warisan Budaya Nasional, Seniman BungahKemudian, untuk kuda lumping yang biasanya mendampingi barongan Kudus juga memiliki kaki, berbeda dengan daerah lain yang tidak memiliki kaki. ”Memang ada yang berbeda dengan daerah lain," ujarnya.Pertunjukan kesenian Barongan Kudus, sambung dia, sampai saat ini tetap eksis dan tidak tergilas oleh perkembangan zaman. Regenerasi para pemuda pun banyak yang mewarisi budaya kesenian nenek moyang ini.”Biasanya untuk berbagai macam acara, seperti ruwatan kelahiran anak, khitanan, nikah, kirab, dan hiburan yang digunakan untuk berbagai macam acara lain," ujarnya. Reporter: Yuda Auliya RahmanEditor: Ali Muntoha

Baca Juga

Komentar