Soal Pemakaman Penghayat Kepercayaan, Peran Pemdes jadi Vital
Yuda Auliya Rahman
Senin, 12 Desember 2022 13:07:03
Pemerhati toleransi agama dan kepercayaan sekaligus dosen Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kudus Moh Rosyid menyebut jika peran pemerintah desa (Pemdes) menjadi penting dalam mengatasi masalah ini.
Ia menilai pemdes memiliki peran penting dalam menjaga moderasi beragama di wilayahnya. Sebagai pemerintah desa, sambung dia, jangan sampai terbawa euforia mayoritas kepercayaan atau beragama.
”Pemerintah desa itu sangat ditentukan oleh karakter toleran yang dimiliki kepala desa. Apalagi kepala desa memiliki kewajiban mengayomi warganya baik minoritas ataupun mayoritas," katanya, Senin (12/12/2022).
Sehingga peran pemerintah desa dinilai sangat penting untuk menjadi mediator agar tidak ada konflik dalam beragama. Terlebih dalam hal fasilitas umum seperti fasilitas tempat pemakaman yang sering kali membuat gejolak.
Baca: Jenazah Sesepuh Samin Mbah Wargono Dimakamkan di Ruang TamuIa menilai peran pemdes mewujudkan moderasi beragama dengan memfasilitasi makam umum, memang sangat perlu dilakukan. Terlebih di Kabupaten Kudus, Jepara, dan Pati yang masih dinilai minim.
”Pemerintah desa masih sedikit yang melakukan moderasi, yang sudah
real itu di Desa Mayong Lor, Jepara, di Desa Kutuk, Kudus, dan di Desa Cebolek, Pati," ucapnya.
Ia menceritakan pada tahun 2018 silam, warga penghayat Sapta Darma di Desa Mayong Lor Jepara meninggal dunia. Saat itu rumahnya dekat pemakaman umum yang berjarak tidak ada lima meter.
Ia menceritakan pada tahun 2018 silam, warga penghayat Sapta Darma di Desa Mayong Lor Jepara meninggal dunia. Saat itu rumahnya dekat pemakaman umum yang berjarak tidak ada lima meter.”Tapi saat itu sebagian ada yang menolak pemakaman di makam umum yang diakui sebagai makam muslim," urainya.Akhirnya, pemakaman dilakukan di makam lain di desa setempat yang lokasinya cukup jauh dengan rumah. Namun, setelah itu kembali ada gejolak yang mewacanakan menggali makam tersebut.
Baca: Berkat Ini, Warga Samin Blora Tak Lagi Kesulitan Air BersihKepala desa setempat disebutnya langsung mengambil sikap melakukan musyawarah desa dan diputuskan bahwa makam tersebut tidak boleh digali agar tidak ada konflik yang berkepanjangan. Pemdes saat itu juga menyediakan makam baru menggunakan lahan desa untuk pemakaman umum lintas agama dan penghayat.”Dan tahun lalu sudah ada penghayat kepercayaan Sapta Darma yang dimakamkan di makam baru itu. Upaya kades perlu diapresiasi publik karena keinginan tokoh yang intoleran bila tidak disikapi dengan jalan keluar yang tegas berpeluang menimbulkan keresahan sosial," ungkapya. Reporter: Yuda Auliya RahmanEditor: Ali Muntoha
Murianews, Kudus – Penghayat kepercayaan sudah diakui negara. Kendati demikian, masih kerap muncul persoalan di masyarakat, termasuk dalam hal pemakaman.
Pemerhati toleransi agama dan kepercayaan sekaligus dosen Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kudus Moh Rosyid menyebut jika peran pemerintah desa (Pemdes) menjadi penting dalam mengatasi masalah ini.
Ia menilai pemdes memiliki peran penting dalam menjaga moderasi beragama di wilayahnya. Sebagai pemerintah desa, sambung dia, jangan sampai terbawa euforia mayoritas kepercayaan atau beragama.
”Pemerintah desa itu sangat ditentukan oleh karakter toleran yang dimiliki kepala desa. Apalagi kepala desa memiliki kewajiban mengayomi warganya baik minoritas ataupun mayoritas," katanya, Senin (12/12/2022).
Sehingga peran pemerintah desa dinilai sangat penting untuk menjadi mediator agar tidak ada konflik dalam beragama. Terlebih dalam hal fasilitas umum seperti fasilitas tempat pemakaman yang sering kali membuat gejolak.
Baca: Jenazah Sesepuh Samin Mbah Wargono Dimakamkan di Ruang Tamu
Ia menilai peran pemdes mewujudkan moderasi beragama dengan memfasilitasi makam umum, memang sangat perlu dilakukan. Terlebih di Kabupaten Kudus, Jepara, dan Pati yang masih dinilai minim.
”Pemerintah desa masih sedikit yang melakukan moderasi, yang sudah
real itu di Desa Mayong Lor, Jepara, di Desa Kutuk, Kudus, dan di Desa Cebolek, Pati," ucapnya.
Ia menceritakan pada tahun 2018 silam, warga penghayat Sapta Darma di Desa Mayong Lor Jepara meninggal dunia. Saat itu rumahnya dekat pemakaman umum yang berjarak tidak ada lima meter.
”Tapi saat itu sebagian ada yang menolak pemakaman di makam umum yang diakui sebagai makam muslim," urainya.
Akhirnya, pemakaman dilakukan di makam lain di desa setempat yang lokasinya cukup jauh dengan rumah. Namun, setelah itu kembali ada gejolak yang mewacanakan menggali makam tersebut.
Baca: Berkat Ini, Warga Samin Blora Tak Lagi Kesulitan Air Bersih
Kepala desa setempat disebutnya langsung mengambil sikap melakukan musyawarah desa dan diputuskan bahwa makam tersebut tidak boleh digali agar tidak ada konflik yang berkepanjangan. Pemdes saat itu juga menyediakan makam baru menggunakan lahan desa untuk pemakaman umum lintas agama dan penghayat.
”Dan tahun lalu sudah ada penghayat kepercayaan Sapta Darma yang dimakamkan di makam baru itu. Upaya kades perlu diapresiasi publik karena keinginan tokoh yang intoleran bila tidak disikapi dengan jalan keluar yang tegas berpeluang menimbulkan keresahan sosial," ungkapya.
Reporter: Yuda Auliya Rahman
Editor: Ali Muntoha