Lahan Hutan Sokobubuk, Pati, Bakal Jadi Sentra Pertanian Jagung
Cholis Anwar
Kamis, 6 September 2018 14:36:15
Terlebih, Kelompok Tani Hutan (KTH) setempat juga sudah mendapatkan Surat Keputusan (SK) Izin Pemanfaatan Hutan Perhutanan Sosial (IPHPS) sehingga, lahannya bisa segara digarap. Dengan begitu, para petani di desa setempat bisa bertani lebih giat untuk menggarap lahan yang suda diberikan oleh KLHK tersebut.
Ketua KTH Sokobubuk, Saman yang juga Kepala Desa setempat mengaku pihaknya sudah menyusun Rencana Pengolahan Hutan (RPH) dan Rencana Kerja Tahunan (RKT) di Semarang bersama dengan Perum Perhutani dalam jangka waktu 10 tahun awal. Berdasarkan kesepakatan, lahan seluas 1300 hektar dari KLHK itu akan ditanami jagung.
“Tetapi untuk yang 150 hektar akan ditanami kayu sengon dan 54 hektar akan kami Tanami buah-buahan. Kami memilih sengon lantaran dalam jangka waktu 3-5 tahun, sudah bisa dipanen, sehingga masyarakat juga bisa menikmati hasilnya,” ungkap Saman.
Dia menambahkan, berdasarkan SK IPHPS itu, pihak KTH Sokobubuk diperkenankan menggarap lahan selama 35 tahun ke depan. Apabila waktunya sudah habis, pihaknya juga diperkenankan untuk memperpanjang lagi. Tetapi setelah melalui tahapan evaluasi yang dilakukan sendiri oleh KLHK.
Namun, dirinya tetap berharap agar masyarakat yang nantinya menggarap lahan hutan itu, bisa mematuhi aturan yang sudah ditentukan. Setidaknya, dalam kurun waktu 10 tahun mendatang, lahan harus ditanami jagung sesuai dengan RPH.“Dalam aturan itu, nanti kita akan mencari 50 persen tanaman keras, 30 persen buah buahan dan 20 persen untuk palawija. Tetapi sifatnya itu bertahap,” ujarnyaDia berharap, wilayah hutan di Desa Sokobubuk itu menjadi hutan yang lestari dan bisa memberikan penghidupan kepada warga sekitar. Dengan begitu, stigma yang mengatakan bahwa masyarakat desa hutan jauh dari kesejahteraan dan kemakmuran, dengan adanya SK IPHPS itu, warga akan semakin makmur dari hasil pertaniannya.
Editor : Supriyadi
Murianews, Pati - Lahan hutan yang berada di kawasan Desa Sokobubuk, Kecamatan Margorejo akan menjadi sentra perkebunan jagung. Mengingat, kontur tahanhnya yang mendukung dan luas lahan yang diperoleh dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sebanyak 1300 hetare.
Terlebih, Kelompok Tani Hutan (KTH) setempat juga sudah mendapatkan Surat Keputusan (SK) Izin Pemanfaatan Hutan Perhutanan Sosial (IPHPS) sehingga, lahannya bisa segara digarap. Dengan begitu, para petani di desa setempat bisa bertani lebih giat untuk menggarap lahan yang suda diberikan oleh KLHK tersebut.
Ketua KTH Sokobubuk, Saman yang juga Kepala Desa setempat mengaku pihaknya sudah menyusun Rencana Pengolahan Hutan (RPH) dan Rencana Kerja Tahunan (RKT) di Semarang bersama dengan Perum Perhutani dalam jangka waktu 10 tahun awal. Berdasarkan kesepakatan, lahan seluas 1300 hektar dari KLHK itu akan ditanami jagung.
“Tetapi untuk yang 150 hektar akan ditanami kayu sengon dan 54 hektar akan kami Tanami buah-buahan. Kami memilih sengon lantaran dalam jangka waktu 3-5 tahun, sudah bisa dipanen, sehingga masyarakat juga bisa menikmati hasilnya,” ungkap Saman.
Dia menambahkan, berdasarkan SK IPHPS itu, pihak KTH Sokobubuk diperkenankan menggarap lahan selama 35 tahun ke depan. Apabila waktunya sudah habis, pihaknya juga diperkenankan untuk memperpanjang lagi. Tetapi setelah melalui tahapan evaluasi yang dilakukan sendiri oleh KLHK.
Namun, dirinya tetap berharap agar masyarakat yang nantinya menggarap lahan hutan itu, bisa mematuhi aturan yang sudah ditentukan. Setidaknya, dalam kurun waktu 10 tahun mendatang, lahan harus ditanami jagung sesuai dengan RPH.
“Dalam aturan itu, nanti kita akan mencari 50 persen tanaman keras, 30 persen buah buahan dan 20 persen untuk palawija. Tetapi sifatnya itu bertahap,” ujarnya
Dia berharap, wilayah hutan di Desa Sokobubuk itu menjadi hutan yang lestari dan bisa memberikan penghidupan kepada warga sekitar. Dengan begitu, stigma yang mengatakan bahwa masyarakat desa hutan jauh dari kesejahteraan dan kemakmuran, dengan adanya SK IPHPS itu, warga akan semakin makmur dari hasil pertaniannya.
Editor : Supriyadi