MURIANEWS, Jepara - Ada banyak lokasi di Kabupaten Jepara yang masyarakatnya hidup rukun berdampingan dalam perbedaan agama. Beberapa di antaranya bahkan ada tempat ibadah yang letaknya berdekatan.
Salah satunya yaitu di Desa Karanggondang, Kecamatan Mlonggo, Kabupaten Jepara. Di desa ini, terdapat Gereja Injili di Tanah Jawi (GITJ) Kedung Mulyo yang berdampingan dengan musala.
Dua tempat ibadah ini hanya dipisahkan satu petak kebun yang berukuran sekitar sepuluh meter. Pengeras suara musala dan lonceng gereja berdiri sama tinggi.
Lalu lalang masyarakat setempat sama sekali tak menunjukkan aura sentimen sedikitpun. Saling tegur sapa dan senyum menjadi pemandangan menyejukkan ketika antarwarga berpapasan di jalan.
Sore ini, Selasa 21 Desember 2021, di gereja dan musala sama-sama usai menggelar acara keagamaan. Di musala, ibu-ibu mengikuti pengajian. Sedangkan di gereja, ibu-ibu mengadakan pertemuan.
Pendeta GITJ Kedung Mulyo, Theofilus Weko Hadi, menegaskan tak pernah ada gesekan apapun dengan umat muslim. Umatnya hidup rukun dengan umat muslim.
Jumlah umat Kristani di desa itu lebih besar dibanding umat Islam. Dalam satu RT, terdapat 160 kepala keluarga (KK). Sebanyak 130 KK adalah umat Kristiani. Sedangkan sisanya umat Islam.
"Meski di sini kami mayoritas, itu tak lantas menjadikan kami merasa lebih kuat. Bagi kami, hidup berdampingan dengan damai bersama saudara-saudara umat Islam jauh lebih berharga dibanding apapun," katanya.
Baca: Islam Aboge di Jepara Tetap Eksis, Jadi Bukti Toleransi Masih KuatKedamaian antarumat beragama sudah disulam sejak lama. Sudah banyak tradisi kerukunan yang mereka jalin selama ini.
Bila ada kegiatan keagamaan, kedua umat beragama ini selalu bergantian menjaga kemanan dan ketertiban.
Hadi menyebutnya dengan Pamswakarsa. Kelompok kolaborasi ini dibentuk untuk memastikan tak ada ancaman terkait keamanan menimpa mereka.Tak hanya itu, saat umat Islam mempunyai hajat misalnya, maka umat Kristiani akan turut datang bila diundang.
Baca; Bikin Adem, Indahnya Toleransi Beragama di Kudus Kala Diterpa Bencana BanjirLalu, saat ada kematian salah satu warga, keduanya juga akan bahu membahu membantu prosesi kematian warga yang merupakan bagian dari dirinya itu.Sementara itu, Siswanto, sala satu pengurus musala, juga mengatakan hal serupa. Kedua umat selalu gotong royong dalam setiap kali kegiatan. Mereka tak memandang agama apa yang dianut. Sebab, Siswanto menganggap itu tidak lagi penting."Yang paling penting adalah kami bisa hidup rukun dan selalu gotong royong. Dan itu yang selalu kami jalin bersama-sama. Supaya kita bisa sama-sama beribadah dengan tenang," kata Siswanto.Melihat kerukunan itu, Bupati Jepara Dian Kristiandi sangat bersyukur. Ia selalu mendorong antarumat beragama agar terus menjaga kedamaian dan kebersamaan.Andi berharap agar kerukunan yang ada di desa itu bisa menjadi percontohan bagi daerah-daerah lain. Sehingga, diharapkan kedamaian bisa membawa keberkahan dalam menjalani kehidupan bermasyarakat."Saya tahu betul karakter masyarakat di desa ini. Dari dulu sampai kini selalu bisa hidup berdampingan. Selalu bisa memberikan kesejukan dalam menjalani hidup dengan perbedaan keyakinan beragama. Kita patut berterima kasih dengan teladan kedamaian yang disuguhkan masyarakat ini," kata Andi yang merupakan warga Kecamatan Mlonggo ini. Reporter: Faqih Mansur HidayatEditor: Ali Muntoha
[caption id="attachment_259924" align="alignleft" width="1280"]

Bupati Jepara Dian Kristiandi bersama pendeta dan pengurus musala menuju gereja di Desa Karanggondang, Kecamatan Mlonggo Jepara. (MURIANEWS/Faqih Mansur Hidayat)[/caption]
MURIANEWS, Jepara - Ada banyak lokasi di Kabupaten Jepara yang masyarakatnya hidup rukun berdampingan dalam perbedaan agama. Beberapa di antaranya bahkan ada tempat ibadah yang letaknya berdekatan.
Salah satunya yaitu di Desa Karanggondang, Kecamatan Mlonggo, Kabupaten Jepara. Di desa ini, terdapat Gereja Injili di Tanah Jawi (GITJ) Kedung Mulyo yang berdampingan dengan musala.
Dua tempat ibadah ini hanya dipisahkan satu petak kebun yang berukuran sekitar sepuluh meter. Pengeras suara musala dan lonceng gereja berdiri sama tinggi.
Lalu lalang masyarakat setempat sama sekali tak menunjukkan aura sentimen sedikitpun. Saling tegur sapa dan senyum menjadi pemandangan menyejukkan ketika antarwarga berpapasan di jalan.
Sore ini, Selasa 21 Desember 2021, di gereja dan musala sama-sama usai menggelar acara keagamaan. Di musala, ibu-ibu mengikuti pengajian. Sedangkan di gereja, ibu-ibu mengadakan pertemuan.
Pendeta GITJ Kedung Mulyo, Theofilus Weko Hadi, menegaskan tak pernah ada gesekan apapun dengan umat muslim. Umatnya hidup rukun dengan umat muslim.
Jumlah umat Kristani di desa itu lebih besar dibanding umat Islam. Dalam satu RT, terdapat 160 kepala keluarga (KK). Sebanyak 130 KK adalah umat Kristiani. Sedangkan sisanya umat Islam.
"Meski di sini kami mayoritas, itu tak lantas menjadikan kami merasa lebih kuat. Bagi kami, hidup berdampingan dengan damai bersama saudara-saudara umat Islam jauh lebih berharga dibanding apapun," katanya.
Baca: Islam Aboge di Jepara Tetap Eksis, Jadi Bukti Toleransi Masih Kuat
Kedamaian antarumat beragama sudah disulam sejak lama. Sudah banyak tradisi kerukunan yang mereka jalin selama ini.
Bila ada kegiatan keagamaan, kedua umat beragama ini selalu bergantian menjaga kemanan dan ketertiban.
Hadi menyebutnya dengan Pamswakarsa. Kelompok kolaborasi ini dibentuk untuk memastikan tak ada ancaman terkait keamanan menimpa mereka.
Tak hanya itu, saat umat Islam mempunyai hajat misalnya, maka umat Kristiani akan turut datang bila diundang.
Baca; Bikin Adem, Indahnya Toleransi Beragama di Kudus Kala Diterpa Bencana Banjir
Lalu, saat ada kematian salah satu warga, keduanya juga akan bahu membahu membantu prosesi kematian warga yang merupakan bagian dari dirinya itu.
Sementara itu, Siswanto, sala satu pengurus musala, juga mengatakan hal serupa. Kedua umat selalu gotong royong dalam setiap kali kegiatan. Mereka tak memandang agama apa yang dianut. Sebab, Siswanto menganggap itu tidak lagi penting.
"Yang paling penting adalah kami bisa hidup rukun dan selalu gotong royong. Dan itu yang selalu kami jalin bersama-sama. Supaya kita bisa sama-sama beribadah dengan tenang," kata Siswanto.
Melihat kerukunan itu, Bupati Jepara Dian Kristiandi sangat bersyukur. Ia selalu mendorong antarumat beragama agar terus menjaga kedamaian dan kebersamaan.
Andi berharap agar kerukunan yang ada di desa itu bisa menjadi percontohan bagi daerah-daerah lain. Sehingga, diharapkan kedamaian bisa membawa keberkahan dalam menjalani kehidupan bermasyarakat.
"Saya tahu betul karakter masyarakat di desa ini. Dari dulu sampai kini selalu bisa hidup berdampingan. Selalu bisa memberikan kesejukan dalam menjalani hidup dengan perbedaan keyakinan beragama. Kita patut berterima kasih dengan teladan kedamaian yang disuguhkan masyarakat ini," kata Andi yang merupakan warga Kecamatan Mlonggo ini.
Reporter: Faqih Mansur Hidayat
Editor: Ali Muntoha