Sabtu, 22 November 2025


MURIANEWS, KudusTradisi sega kepel atau nasi kepel masih dilestarikan di Kabupaten Kudus hingga kini. Terutama bagi warga sekitar Masjid Wali Loram Kulon, Kecamatan Jati, Kabupaten Kudus.

Asal usul tradisi itu ternyata masih melekat dengan kisah Sultan Hadlirin yang turut menyebarkan agama Islam di Desa Loram Kulon, Kecamatan Jati, Kabupaten Kudus.

Itu diungkapkan Juru Pelihara Gapura Masjid Wali Loram Kulon, Afroh Amanuddin. Menurutnya, saat itu, Sultan Hadlirin yang menikah dengan Ratu Kalinyamat tak kunjung dikaruniai anak hingga beberapa tahun.

Baca juga: Sego Kepel di Kudus Dibagikan Ganjil, Ini Maknanya

Karenanya, Ratu Kalinyamat mempersilahkan Sultan Hadlirin menikah lagi. Akhirnya, Sultan Hadlirin menikah lagi dengan putri Sunan Kudus yang bernama Raden Ayu Pridobinabar.

Sultan Hadlirin pun diutus mertuanya, Sunan Kudus untuk menyebarkan Islam di bagian selatan. Saat itu Sultan Hadlirin memilih Desa Loram Kulon.

“Saat itu Sultan Hadlirin sedang proses menyelesaikan pendirian gapura Padureksa Masjid Wali ini. Kemudian didatangi seorang nenek yang baru masuk Islam,” katanya, Sabtu (12/3/2022).

Menurut penjelasan Afroh nenek yang baru masuk Islam itu ingin beramal. Tetapi tidak tahu mau beramal seperti apa.
Menurut penjelasan Afroh nenek yang baru masuk Islam itu ingin beramal. Tetapi tidak tahu mau beramal seperti apa.“Kemudian Sultan Hadlirin menjawab pertanyaan nenek tersebut untuk membuat tujuh sega kepel dengan lauk botok dan dibawa ke Masjid Wali. Itu sekitar 1597 saat tahap penyempurnaan gapura Padureksa bagian tengah,” sambungnya.Semenjak itu, tradisi sega kepel terus dilakukan hingga kini sebagai wujud bersedekah atau beramal. Terlebih mereka yang tinggal di sekitar Masjid Wali Loram Kulon. Dijelaskan, saat memberikan sega kepel biasanya berjumlah ganjil.“Masyarakat seringnya memilih yang jumlahnya tujuh. Tujuh atau pitu itu ada maknanya. Pitulung atau pertolongan, pitutur atau nasehat, dan pituduh atau petunjuk,” terang dia.Afroh menambahkan, tradisi sega kepel biasanya diberikan warga yang memiliki hajat. Di antaranya khitanan, syukuran weton, syukuran sembuh dari sakit, membeli kendaraan, menaikkan genting rumah, membuat sumur, membangun fondasi rumah, dan lainnya.“Tradisi seperti ini kan bagus ya. Harapannya bisa terus dilestarikan,” imbuhnya. Reporter: Vega Ma'arijil UlaEditor: Zulkifli Fahmi

Baca Juga

Komentar

Terpopuler