Ampyang Maulid di Kudus Sudah Ada Sejak Zaman Belanda, Dulu Namanya Ancakan
Yuda Auliya Rahman
Jumat, 30 Oktober 2020 11:00:02
Di Kabupaten Kudus, tepatnya di Desa Loram Kulon, Kecamatan Jati Kudus punya cara tersendiri untuk memperingati hari 12 Rabi'ul Awal. Yakni adanya Ampyang Maulid yang digelar setiap tahunnya.
Untuk tahun ini, tradisi itu digelar secara sederhana dengan peserta yang sangat terbatas, karena pandemi. Tahun-tahun sebelumnya, rangkaian tradisi itu digelar secara meriah dengan ribuan orang yang memadati.
Tradisi ini disebut sudah digelar sejak lama, bahkan saat masa penjajahan Belanda. Saat itu nama tradisinya adalah Ancakan.
"Tradisi tersebut sebenarnya sudah ada pada saat masa belanda. Namun pada saat masa Jepang itu berhenti lantaran pada saat itu masyarakat mengalami krisis ekonomi,” kata pengurus masjid sekaligus juru pelihara gapura Masjid Wali di Desa Loram Afroh Amanuddin.
Ia menyebut, setelah Jepang meninggalkan Nusantara, tradisi sempat dilanjutkan lagi. Namun usai geger G30S PKI, tradisi ini kembali tak bisa dilaksanakan. ”Karena negara saat itu sedang mengalami krisis politik," ujarnya.
Setelah berhenti lama, tradisi tersebut aktif kembali pada tahun 1996. Sebenarnya, tradisi itu menurut orang tua terdahulu dinamakan Ancakan. Nama Ampyang sendiri menurutnya baru digunakan sekitar 20 tahun yang lalu.
"Setelah diadakan kembali tradisi itu pada 1996 itu banyak masyarakat yang menghias gunungan tandu dengan kerupuk. Kebetulan bagi masyarakat Loram menamakan kerupuk itu dengan nama Ampyang. Kemudiam tahun 2010 setelah dinamakan dengan Ampyang Maulid yang ditambah dengan adanya ekspo, pentas seni dan kirab," ujarnya.
Jika diterjemahkan, Ampyang Maulid itu kerupuk ampyang yang dijadikan sarana memperingati Maulid Nabi, maka disingkat dengan nama Ampyang Maulid. Untuk gunungan biasanya dibuat warga dengan berisi nasi, lauk pauk, beraneka macam buah, dan ada hasil bumi.